Travelling Ala Al-Quran

MONITORDAY.COM - Libur adalah waktu yang dinanti-nanti oleh setiap orang, beristirahat sejenak untuk sekadar menepi dari kesibukan yang menguras tenaga dan pikiran. Bentuk liburan ada beragam, namun yang mayoritas dilakukan adalah travelling alias jalan-jalan.
Ternyata travelling sudah dilakukan Rasulullah sejak masa kecilnya. Beliau travelling menggembala ternaknya ke ladang atau bahkan ke luar daerah. Kebiasaan travelling Rasulullah terus berlangsung sampai beliau diangkat jadi Nabi dan Rasul. Beliau banyak melakukan safar atau perjalanan ke luar kota untuk berdakwah ataupun bisnis.
Biasanya, traveling kebanyakan orang hanya terbatas pada refreshing, mengosongkan pikiran dan menyegarkan diri dari kelelahan. Berbeda dengan Rasulullah, Travelling-nya Rasulullah bukan sembarang travelling, ada sebuah misi yang ingin dituju, tentunya untuk menegakkan agama Allah.
Kita juga harus seperti Rasulullah dong, agar travelling kita lebih berarti, saku tidak merasa terkuras, bahagia tidak sementara. Caranya gimana? Travelling-lah ala Al-Quran, travelling sambil tafakkur. Selain menambah kecintaan kita pada Allah dan segala ciptaan-Nya, tafakkur juga menjadi sarana healing jiwa kita dari dunia.
"Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." [Al Ankabut: 20]
Setelah mendengar ayat di atas, kita bisa lihat ternyata travelling itu adalah perintah Allah. Tapi sabar, travelling yang dimaksudkan Allah tidak berhenti pada 'jalan-jalan' nya saja, Allah ingin kita dapat lebih dari waktu yang kita habiskan dan jarak yang kita tempuh. Dia ingin dikenal lebih jauh lewat tafakkur hamba-Nya di setiap jengkal jalan yang dilalui.
Ayat berikut mungkin sudah sangat mewakili bagaimana Allah ingin dikenal di sela-sela travelling hamba-Nya. "Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dada." [Al Hajj: 46]
Diantara tujuan Allah menciptakan hati, mata dan telinga adalah untuk dipergunakan hamba-Nya menemui tanda-tanda kebesaran-Nya di muka bumi. Melalui pohon yang berjejer, gunung yang menjulang tinggi, desiran pasir di pinggir pantai, deburan ombak di tengah laut, disana Allah menampakkan diri-Nya.
Tak berhenti sampai disitu, Allah menyebarkan ilmu-Nya ke segala penjuru bumi. Setiap kita mentafakkuri pergantian siang dan malam, kita kenal konsep rotasi bumi yang 24 jam. Setiap mentafakkuri bulan, kita akan tahu bahwa cahaya bulan akan terus bergerak pada waktu tertentu, tanggal 15 kita akan bertemu bulan purnama, tanggal 29 kita akan bertemu bulan sabit.
Jika dalam travelling kita sering tafakkur, maka akan lebih banyak ilmu yang bisa kita dapatkan. Kurang lebih seperti kita jalan-jalan ke museum, dimana kita akan tau tentang suatu ilmu maupun sejarah yang tersimpan di suatu tempat. Begitupun saat kita travelling, kita seperti jalan-jalan menyusuri museum Allah. Bagaimana sejarah terciptanya alam semesta, mengapa ada kelompok masyarakat ini-itu, dsb.
Itulah travelling ala Al-Quran, cukup dengan tafakkur, akan timbul banyak tanya, kemudian akan banyak ilmu yang didapat, plus kecintaan pada Allah akan bertambah, iman akan menguat. Percayalah, kita tak merasa rugi menghabiskan uang untuk travelling semacam itu.
Bukankah sebaik-baiknya keadaan adalah ketika kita bisa bersyukur? Dengan tafakkur sambil travelling, dijamin syukur kita akan bertambah. Apalagi Allah sudah sebarkan rezeki di bumi, kita hanya tinggal menerimanya dengan hatu yang syukur.
"Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." [Al Mulk: 15]