TKN Minta Buni Yani Bersikap Jantan Hadapi Eksekusi Dirinya

Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf meminta Buni Yani bersikap jantan menghadapi eksekusi dirinya, Jumat, 1 Februari 2019. Direktur Program TKN Aria Bima juga meminta Buni Yani tidak cengeng dan mendramatisasi.

TKN Minta Buni Yani Bersikap Jantan Hadapi Eksekusi Dirinya

MONITORDAY.COM - Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf meminta Buni Yani bersikap jantan menghadapi eksekusi dirinya, Jumat, 1 Februari 2019. Direktur Program TKN Aria Bima juga meminta Buni Yani tidak cengeng dan mendramatisasi.

“Ahok juga sudah berani. Yang jantan saja, nggak usah terlalu cengeng. Semua orang sudah mempertanggungjawabkan tindakannya, nggak usah terlalu didramatisasi menjadi (menyebut) pemerintahan yang otoritarian, yang seolah-olah (Buni) dizalimi,” ujar Aria Bima usai mengikuti rapat debat kedua bersama KPU dan BPN di gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019).

Politisi PDI Perjuangan tersebut menegaskan, hukum tidak bisa diintervensi oleh siapapun. Sekalipun Buni Yani menerapkan playing victim atau seolah menjadi korban produk hukum.

Aria menegaskan Buni Yani seharusnya mencontoh figur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok yang secara jantan menghadapi kasusnya sampai divonis dua tahun penjara.

“Termasuk Ahok, sudah masuk penjara, kan. Jangan ada desain begini lo, akan mencaci maki pemilu itu sebagai arena panggung untuk saling hujat dan mencaci, fitnah, sampai ada proses pelanggaran yang akhirnya setelah pelanggaran itu ditindaklanjuti, kita ngomong kriminalisasi,” tegas Aria Bima.

Buni Yani mengakui sudah menerima salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA). Dengan diterimanya salinan putusan itu, Buni Yani menyebut kasusnya telah inkrah. Artinya, proses banding, dan kasasi kasusnya ditolak oleh Mahkamah Agung.

Kasus ini bermula dari Buni Yani mengunggah potongan video Ahok ketika masih menjabat Gubernur DKI. Saat itu Ahok tengah meresmikan pusat pembibitan ikan kerapu putih untuk warga di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. 

Peristiwa itu kemudian divideokan oleh internal Pemprov DKI. Namun pada 6 Oktober 2016 video tersebut dipangkas dengan menghilangkan esensi pidato tersebut menjadi 30 detik. Padahal video asli pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.