Koordinator Pusat Balad Jokowi: Kata ‘Ulama’ Surplus, Namun Batas Kepakarannya Jadi Kabur
ulama pun mengalami desakralisasi, tak lagi menjadi tempat menggali keluhuran nilai-nilai kehidupan yang steril dari hitung-hitungan materi dan kekuasaan politik semata.

JAKARTA - Ketua Koordinator Relawan Balad Jokowi, M. Muchlas Rowie, sangat menyayangkan terjadinya surplus kata ‘ulama’ dalam kehidupan sosial politik di Indonesia saat ini. Pasalnya, batas kepakaran/keahlian seorang ulama menjadi sangat kabur.
“Kata ‘ulama’ memang lebih sering terdengar, namun maknanya malah mengalami penyempitan. Betapa mudahnya orang menyematkan kata ‘ulama’ kepada seseorang, tanpa dikroscek terlebih dahulu,” kata Muchlas Rowie, Rabu (26/9/2018).
Lihat dan bacalah, kata Muchlas Rowie, di hampir semua lini media, baik daring maupun luring, kata ‘ulama’ banjir dan laris manis. Ulama, kata dia, seolah mengalami apa yang disebut sebagai desakralisasi.
“Akibatnya, ulama pun mengalami desakralisasi, tak lagi menjadi tempat menggali keluhuran nilai-nilai kehidupan yang steril dari hitung-hitungan materi dan kekuasaan politik semata. Ulama berubah menjadi komoditas politik,” tutur pemilik Monday Media Group ini.
Termasuk misalnya soal ‘Ijtima Ulama’, kata Muchlas, seolah menjadi komoditas yang problematis. Ada kesan yang dibangun, bila orang-orang yang tidak ikut hasil ‘Ijtima Ulama’ menjadi pihak yang tak taat ulama sebagai pewaris para Nabi.
Padahal, kriteria ulama jelas disampaikan dalam al-Qur’an. Yakni selain memiliki pengetahuan yang luas tentang berbagai macam ilmu, yang dengan ilmunya tersebut ia semakin takut kepada Allah, semakin takut melanggar aturan Allah.
Dalam hal ini, Muchlas Rowie menghimbau kepada semua pihak, terutama ummat Islam untuk lebih proporsional dalam menempatkan diksi atau istilah yang berkaitan dengan agama. Karena sesungguhnya, kebanyakan kesalahan besar berawal dari kekeliruan-kekeliruan kecil yang tidak dikoreksi. [ ]