Tidak Sebatas Mantra Formalistik, Sumpah Pemuda di Masa Pandemi Butuh Memerdekakan Ini
Sumpah Pemuda yang memasuki usia ke-92, kini teruji karena tidak semua anak bangsa yang merdeka dari dua hal penting.

MONITORDAY.COM - Sumpah Pemuda tidak hanya dijadikan selebrasi tahunan dengan narasi-narasi teoritis dan diskursus formalistik. Ada baiknya, melakukan refleksi kebangsaan untuk melakukan berbagai lompatan kebaikan.
Momen sumpah pemuda di masa pandemi yang belum melandai ini, tidak jarang membuat dahi ini mengkerut karena terjadi dinamika kebangsaan yang begitu besar.
Sumpah yang di prakarasai anak-anak muda Indonesia dari berbagai suku bangsa di nusantara, kini sudah memasuki usia ke 92 tahun. Namun sumpah itu kini teruji karena tidak semua anak bangsa yang merdeka dari butakasara dan juga kemiskinan.
"Jaga persatuan karena common enemy kita saat ini adalah kemiskinan dan kebodohan," ujar Akademisi Universitas Muhammadiyah Cirebon, Widia Nur Jannah,M.Pd kepada monitorday.com, Rabu (28/10/2020).
Widia pun mengutip pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim bahwa saat ini, tingkat buta aksara Indonesia berada di angka 1,78 persen.
Seluruh pihak harus bergotong royong memperjuangkan permasalahan buta aksara. Meskipun kini Indonesia masih terjebak dalam pandemi covid-19.
Widia juga menghimbau untuk memberikan dukungan kepada pemerintah yang senantiasa terus mengupayakan agar seluruh masyarakat merdeka dari permasalahan buta aksara.
Dosen PGSD yang saat ini sedang menempuh studi doktoralnya di Universitas Pendidikan Indonesia juga mengacu ke data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat angka kemiskinan per Maret 2020 mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang.
Dengan posisi ini, persentase penduduk miskin per Maret 2020 juga ikut naik menjadi 9,78 persen. Dibanding Maret 2019 peningkatannya mencapai 1,28 juta orang dari sebelumnya 25,14 juta orang.
Persentase penduduk miskin juga naik 0,37 persen poin dari Maret 2019 yang hanya 9,41 persen.
Dengan demikian, dua permasalah diatas sejatinya menjadikan semua elemen bangsa saling bersinergi dan saling membantu untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan.
"Mari jadikan momentum sumpah pemuda ini sebagai ijtihad baik pemangku kebijakan dan seluruh komponen anak negeri untuk memerdekakan setiap anak bangsa yang belum merdeka agar bisa mengenyam pendidikan dan merayakan kesejahteraan yang sebenarnya. Jangan lupa, tetap tolong menolong, jaga toleransi antar-umat beragama dan bangga berbangsa dan berbahasa Indonesia" pungkas Widia.