Tiang Pancang Kesejahteraan Petani

MONITORDAY.COM - Pertanian kecil berbasis keluarga mendominasi lanskap perdesaan di seluruh negara berkembang. Menyumbang hingga 80 persen dari makanan yang diproduksi di Asia dan sub-Sahara Afrika dan menjadi tumpuan mata pencaharian bagi 2,5 miliar orang di seluruh dunia. Namun ironisnya, petani kecil mewakili 50 persen dari jumlah orang yang mengalami kelaparan. Sepuluh persen lainnya berasal dari kegiatan memancing, berburu dan menggembala. Dalam studi terakhir tentang kemajuan hak-hak petani dan orang yang bekerja di perdesaan, Komite Penasihat Dewan Hak Asasi Manusia PBB menemukan bahwa petani adalah korban dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan diskriminasi struktural yang membuat mereka sangat rentan terhadap kelaparan dan kemiskinan.
Kenyataan memilukan yang dialami petani telah mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Deklarasi tentang Hak Asasi Petani dan Orang yang Bekerja di Perdesaan (United Nations Declaration on the Rights of Peasant and Other People Working in Rural Areas – UNDROP). Deklarasi ini disahkan oleh Majlis Umum PBB di New York pada 17 Desember 2018. Terdapat peran penting beberapa negara kunci yang memiliki komitmen yang kuat (di antaranya Bolivia, Kuba, Ekuador, dan Afrika Selatan), selain juga buah dari perjuangan panjang organisasi petani kecil dunia, La Via Campesina, yang cikal-bakalnya dimulai dari Serikat Petani Indonesia sejak 2001. Ini merupakan instrumen hukum baru yang menetapkan hak-hak petani kecil sekaligus mengatasi kesenjangan dalam hukum hak asasi manusia internasional, terutama pengakuan hak atas tanah.
Melewati enam tahun negosiasi di Dewan Hak Asasi Manusia PBB, pengesahan UNDROP tidak bisa dikatakan mulus. Dalam pemungutan suara yang dilakukan, tercatat 122 negara menyatakan setuju, 8 menolak, dan 54 abstain. Sebelumnya usulan pengesahan UNDROP telah diadopsi oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa pada 28 September 2018 melalui Resolusi A/HRC/RES/39/12. Amerika Serikat dan sebagian besar negara di Uni Eropa menolak pembuatan instrumen hukum internasional baru yang akan memperkenalkan hak-hak kelompok baru, dimana dinyatakan bahwa pengakuan hak kolektif dalam UNDROP akan mengancam universalitas dan dasar-dasar hak asasi manusia.
UNDROP sesungguhnya menegaskan kembali Deklarasi PBB tentang hak atas pembangunan, hak-hak masyarakat adat dan universalitas semua hak asasi manusia. Instrumen Ini mengakui hubungan dan interaksi khusus antara petani dan kelompok lain yang bekerja di perdesaan termasuk nelayan kecil dan kontribusi mereka untuk melestarikan dan meningkatkan keanekaragaman hayati serta ketahanan pangan di seluruh dunia. UNDROP juga menetapkan bahwa negara bersama-sama dengan petani dan orang yang bekerja di perdesaan, harus menyusun suatu kebijakan publik untuk memajukan dan melindungi hak atas pangan yang layak, sistem pangan yang adil, ketahanan pangan dan kedaulatan pangan secara berkelanjutan.
Hal ini merupakan kontribusi penting sebuah paradigma pembangunan yang menempatkan petani, masyarakat adat, dan nelayan sebagai landasan utamanya. Pendekatan yang menyadari pentingnya melakukan koreksi atas kebijakan pembangunan yang meminggirkan para pekerja di perdesaan yang memproduksi kebutuhan pangan bagi manusia. Apalagi kelompok-kelompok ini juga terbilang yang paling rentan terdampak akibat memburuknya degradasi lingkungan dan perubahan iklim serta menderita kemiskinan, kelaparan dan kekurangan gizi.
Kemiskinan Petani
Pertanian adalah kunci dalam memerangi kemiskinan. Kebijakan soal tanah yang buruk (seringkali karena ketiadaan kebijakan reforma agrarian yang kuat) dan produktivitas yang rendah di kalangan petani sering dipandang sebagai penyebab utama ketidakmampuan banyak negara berkembang untuk meningkatkan perekonomian mereka. Oleh sebab itu, kebijakan pembangunan yang memberi perhatian kepada petani sebagai aktor kunci dalam ekonomi menjadi sebuah keharusan. Hal tersebut tidak hanya berlaku pada pemerintahan di tingkat nasional, tetapi juga komunitas internasional. Terdapat lima alasan mengapa diperlukan kebijakan khusus yang meningkatkan kehidupan petani — dari lokal ke global: (a) mengatasi kompleksitas kesulitan yang dihadapi petani; (b) menjamin ketahanan dan kedaulatan pangan di tingkat domestik; (c) menghentikan migrasi ke kota-kota; (d) peran pertanian berkelanjutan untuk keanekaragaman hayati; dan (e) peran pertanian dalam mengurangi perubahan iklim.
Dalam pengalaman Indonesia, pelanggaran hak dan diskriminasi terhadap petani dan orang yang bekerja di pedesaan marak terjadi semasa pemerintahan Orde Baru. Paradigma ‘developmentalisme’ yang menjadikan angka-angka pertumbuhan ekonomi sebagai satu-satunya indikator kemajuan, telah menjadikan sektor agraria sebagai target penting ekstraktivisme yang rakus lahan. Pembukaan perkebunan-perkebunan skala besar, pertambangan, dan perkembangan industri menjadikan corak pembangunan semakin tidak ramah terhadap sektor pertanian. Kondisi tersebut mengancam kelangsungan hidup petani dan masyarakat pedesaan akibat terjadinya konflik agraria, perampasan tanah (land grabbing), hingga kesempatan yang semakin kecil bagi petani mengakses faktor-faktor produksi.
Sebagaimana terjadi di banyak negara, model pembangunan semacam ini melahirkan fenomena urbanisasi orang-orang ke daerah perkotaan dikarenakan kurangnya insentif dari kehidupan di perdesaan. Lapangan pekerjaan yang semakin sempit di perdesaan akibat kurangnya akses dan kepemilikan lahan, akses terhadap sumber-sumber daya produktif layanan dan informasi keuangan, dan seringkali kondisi infrastruktur yang buruk. Maka tidak heran, meskipun perdesaan merupakan lokus dari produksi pangan, tetapi masyarakat desa juga menyumbang angka yang besar penderita kelaparan dan kemiskinan.
Kita menyambut gembira lahirnya deklarasi hak asasi petani ini. Apalagi terdapat sumbangan penting dari gerakan petani, akademisi, tokoh, dan NGO di Indonesia yang memiliki enerji dan daya tahan yang tinggi dan membawa aspirasi ini hingga ke level internasional. Tantangan berikutnya adalah mendorong agar Negara mengadopsi prinsip-prinsip ini dalam setiap kebijakan dan aturan hukum yang berlaku. Negara juga harus segera mengambil langkah-langkah legislatif, administratif dan lainnya yang sesuai untuk memenuhi seluruh hak-hak yang ditetapkan dalam UNDROP secara progresif. Pemerintah Indonesia menjadikan ini sebagai peluang untuk meningkatkan peranan sektor pertanian dan perikanan, sekaligus sebagai tiang pancang untuk menegakkan kedaulatan dan kesejahteraan petani dan nelayan.