Terkait Resolusi Sawit, DPR: Pemerintah Harus Terus Berkomunikasi dengan Negara Uni Eropa

Indonesia terus berkomunikasi dengan negara-negara Uni Eropa agar resolusi ini tidak menjadi bias yang menyebabkan hubungan buruk.

Terkait Resolusi Sawit, DPR: Pemerintah Harus Terus Berkomunikasi dengan Negara Uni Eropa
Istimewa

MONDAYREVIEW.COM – Perwakilan Parlemen Uni Eropa melakukan pertemuan tertutup dengan DPR RI terkait resolusi parlemen Uni Eropa terhadap kelapa sawit dari Indonesia. DPR diwakili oleh BKSAP serta perwakilan Komisi I, IV dan VI.

Saat ditanya terkait hasil pertemuan tersebut, Anggota Komisi VI dari Fraksi NasDem, Zulfan Lindan mengungkapkan bahwa resolusi parlemen Uni Eropa terhadap kelapa sawit dari Indonesia belum menjadi landasan hukum sebagai sebuah perundang-undangan yang baku bagi negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Bahkan Ia menegaskan bahwa pertemuan tersebut memiliki nilai positif dan penting. Sehingga perlu dibangun komunikasi intensif diantara kedua belah pihak.

“Kalau mendengar penjelasan dari perwakilan parlemen Uni Eropa yang hadir tadi, resolusi ini masih bisa ditinjau ulang dan dibicarakan kembali. Ini kan tergantung bagaimana pendekatan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Uni Eropa untuk menyikapi resolusi tersebut,” kata Zulfan dalam keterangan persnya, Selasa (23/5).

Politikus NasDem ini mengaku meminta parlemen Uni Eropa melakukan sinkronisasi dengan pemerintahan negara-negara Uni Eropa. “Jangan sampai parlemennya jalan sendiri dan pemerintah negara-negara Eropa yang tergabung di dalamnya," tambahnya.

Selain itu, Legislator dari dapil Aceh ini meminta kepada Pemerintah Indonesia agar terus berkomunikasi dengan negara-negara Uni Eropa. Hal ini harus dilakukan, agar resolusi ini tidak menjadi bias yang menyebabkan hubungan buruk bagi Indonesia dan Uni Eropa.

Zulfan menegaskan bahwa apa yang dilakukan pemerintah tidak hanya melihat dari segi perdagangan. Akan tetapi dilihat lebih luas, yang memiliki nilai penting bagi Indonesia.

“Secara perdagangan, walaupun secara hitungan mereka hanya mengimpor CPO (minyak kelapa sawit) kita sebesar 15%, angka tersebut tentu tidak terlalu besar, tetapi kita tidak boleh melihat hanya dari sisi perdagangan saja. Negara-negara Eropa ini harus dilihat dari sisi politik global memiliki nilai penting bagi kita. Maka Pemerintah Indonesia tentunya juga akan serius menyikapi hal ini,” paparnya.

Di sisi lain, Zulfan menyayangkan keluarnya resolusi minyak kelapa sawit ini karena memiliki kecenderungan yang tidak objektif karena hanya berdasarkan info adanya pelanggaran HAM.

“Pelanggaran HAM nya dimana? Anak-anak ini kan  terkadang memang ikut serta dengan orang tuanya di lingkungan perkebunan kelapa sawit, belum tentu mereka ikut bekerja. Ini juga kita sampaikan kepada perwakilan parlemen Uni Eropa yang hadir. Semoga ini bisa diselesaikan secara arif dan bijak oleh kita dan mereka,” ujarnya. 

Seperti diketahui, pada 4 April 2017, Uni Eropa mengeluarkan resolusi terkait minyak kelapa sawit dan deforestasi di Indonesia. Dalam resolusi itu disebutkan bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia menyebabkan deforestasi dan kebakaran hutan.