Lonjakan Kasus Perceraian di Tengah Pandemi
PA Soreang mencatat tingkat perceraian di Kabupaten Bandung jadi sangat tinggi selama pandemi.

MONDAYREVIEW.COM – Pandemi melahirkan kekhawatiran akan tingginya tingkat kelahiran. Hal ini karena selama pandemi, jumlah kehamilan meningkat. Peningkatan tingkat kehamilan adalah hal rasional, mengingat pada masa awal pandemic, pemerintah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau lockdown. Kebijakan ini membuat sebuah keluarga mesti tetap diam di rumah dan tak boleh kemana-mana. Akibatnya seorang suami istri yang biasanya tidak terlalu intens akibat bekerja, menjadi berhubungan lebih intensif yang menyebabkan terjadi kehamilan.
Namun berbarengan dengan tingginya kasus kehamilan, kasus perceraian pun juga meningkat. Antrean panjang di Pengadilan Agama (PA) Soreang jadi bukti nyata. Berjudi dengan hidup karena harus berkerumun pun rela dilakukan, asal segera dapat vonis perpisahan. Adalah video dari akun Twitter @StefhanieQueen yang merekam panjangnya antrean orang yang ingin bercerai di PA Soreang pada 24 Agustus kemarin, bikin isu perceraian jadi perbincangan.
Saat dikonfirmasi, PA Soreang membenarkan antrean tersebut memang antrean calon duda dan janda. Pihak pengadilan terpaksa membiarkan antrean terjadi karena jumlah ruang sidang sangat terbatas, tidak mampu menampung seluruh penggugat cerai sekaligus. Rata-rata setiap hari memang penuh. Biasanya Senin, Selasa, Kamis yang penuh. Yang ke Posbakum [Pos Bantuan Hukum] juga harus antre. Yang akan mengambil produk hukum di Pengadilan Agama Soreang juga harus antre sekarang. Kalau sekarang masuk pembuktian setengah, berarti jumlah pengunjung dikali tiga. Bisa sampai 500 orang.
PA Soreang mencatat tingkat perceraian di Kabupaten Bandung jadi sangat tinggi selama pandemi. Mei kemarin, PA sampai harus menutup pendaftaran selama dua minggu karena kasus membludak. Pada Juni 2020, ada 1.012 gugatan cerai, melampaui rerata per bulan yang berkisar 700-800 kasus. Pada Juli, angka naik lagi jadi 1.102 perkara. Per 24 Agustus, udah ada 592 gugatan masuk PA Soreang dan, dilihat dari video Stefhanie, diprediksi akan terus bertambah.
Humas PA Kabupaten Bandung Suharja mengatakan pihaknya dalam sehari sampai melangsungkan 246 sidang perkara. Suharja bilang satu baris antrean panjang dalam video yang beredar tidak menggambarkan kerumunan sebenarnya. Masih ada dua baris antrean lagi yang dibuat PA khusus untuk pendaftaran Posbakum dan pengambilan produk hukum karena memang banyak sekali yang datang.
Lonjakan perceraian semasa pandemi bukan hanya milik Kabupaten Bandung. PA Kota Semarang turut mencatat kasus perceraian naik tiga kali lipat semasa pandemi. Setiap harinya, ada 100 orang mendaftarkan gugatan, didominasi oleh pihak istri.
Kota Cilegon juga mendapati tren serupa. Permohonan perceraian kepada PA Kota Cilegon pada Juni 2020 melonjak sampai 146 permohonan. Peningkatan ini adalah imbas dari penutupan pelayanan perceraian secara langsung akibat pandemi pada April dan Mei, yang hanya mencatat 7 dan 9 permohonan. Untuk perbandingan, Pada waktu normal PA Kota Cilegon menerima 123 permohonan pada Januari, 70 pada Februari, dan 68 pada Maret.
Menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, sekitar 28 persen problem perceraian sumbernya masalah ekonomi, meskipun lebih dari 50 persen karena percekcokan berulang-ulang dalam waktu cukup lama. Ketika ada pandemi persoalan ekonomi semakin berat sehingga memicu terjadinya perselisihan dalam keluarga.
Menurut psikolog pernikahan Lya Fahmi, belum ada kajian yang menunjukkan bahwa pandemi menjadi penyebab langsung dari perceraian. Tapi, pandemi memang bisa memicu ketegangan dalam rumah tangga sebab membuat ekonomi, pekerjaan dan pendidikan anak berubah. Ini jadi sumber stress bagi banyak orang. Reaksi stres yang kita rasakan jelas dapat berpengaruh terhadap pola relasi kita dengan pasangan. Prinsipnya, bila kita sedang tidak nyaman dengan diri sendiri, kita juga akan tidak nyaman berhubungan dengan orang lain.