Terkait Penemuan 41 Masjid Terpapar Paham Radikal, Mardani Ali : BIN Tidak Boleh Membuat Gaduh

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan sebaiknya BIN menjelaskan secara detil 41 masjid yang terpapar paham radikal. Sebelumnya Badan Intelijen Negara (BIN) menyebut ada 41 masjid di lingkungan pemerintah dan perusahaan negara yang terpapar paham radikal.

Terkait Penemuan 41 Masjid Terpapar Paham Radikal, Mardani Ali : BIN Tidak Boleh Membuat Gaduh
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera/net

MONITORDAY.COM - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera meminta agar BIN menjelaskan secara detil 41 masjid yang terpapar paham radikal.

Sebelumnya Badan Intelijen Negara (BIN) menyebut ada 41 masjid di lingkungan pemerintah dan perusahaan negara yang terpapar paham radikal.

"Yang pertama BIN ini punya tugas tidak membuat gaduh, rilis ini bisa membuat gaduh cara paling baik sebutkan mana masjidnya, nanti orang bisa menilai benar tidak masjid ini, terus para menterinya, jangan sampai pertanyaan pertanyaan yang menjebak dijawab dengan tidak terlalu akurat dijadikan dasar untuk mengkategorisasi ini," kata Mardani, Selasa (20/11).

Dirinya juga meminta lembaga yang dipimpin Komjen Budi Gunawan itu menjelaskan, masjid terpapar radikalisme karena faktor penceramah atau hal lain. Dia juga tak ingin BIN melahirkan kegaduhan dan ketakutan di publik. Sehingga penting bagi BIN untuk memastikan masjid itu tidak lagi terpapar paham radikal.

"Jangan sampai justru masyarakat jadi saling curiga, kalau sudah ketahuan 41, tugas BIN memastikan 41 itu berubah tidak radikal," tuturnya.

"Apa dasarnya, terbuka saja. Sehingga gini buat saya kalau BIN punya niat baik jangan bikin gaduh, tetapi BIN itu punya tugas intelijen, intelijen itu tugasnya bukan di media loh, intelijen kesuksesannya tidak dengan tampil di media, tapi masalah selesai," ujarnya.

Menurutnya, dirinya juga kaget mendengar kabar bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mendapatkan hasil survei bahwa 68 persen guru di Indonesia pro radikalisme atau intoleran. Baginya seluruh metode survei maupun kuesioner pertanyaan perlu digali kembali.

Mardani menerangkan, definisi radikal saat ini belum seragam. Dia menginginkan para stakeholder duduk bersama mendefinisikan makna radikal sehingga semua bisa sepakat dan tidak salah kaprah.

"Jangan sampai masing masing punya kategori sendiri, PKS sendiri sedang mengkaji ini dan dalam waktu dekat akan segera mengumumkan. Intinya ceramah ceramah itu dalam banyak hal niatnya baik tetapi di dalam konteks kelewatan nah dipanggil diajak bicara, pendekatannya bukan korektif tapi edukatif," pungkasnya.

Untuk diketahui, Kasubdit di Direktorat 83 Badan Intelejen Negara (BIN) Arief Tugiman mengungkap ada 41 masjid di lingkungan pemerintah yang terpapar radikalisme. Menurut Jubir Kepala BIN Wawan Hari Purwanto, data itu merupakan hasil survei terhadap kegiatan khotbah yang disampaikan beberapa penceramah.

Survei itu, sambung Wawan, dilakukan P3M NU yang hasilnya disampaikan kepada BIN sebagai early warning dan ditindaklanjuti dengan pendalaman dan penelitian lanjutan oleh BIN.

"Keberadaan masjid di Kementerian/Lembaga dan BUMN perlu dijaga agar penyebaran ujaran kebencian terhadap kalangan tertentu melalui ceramah-ceramah agama tidak mempengaruhi masyarakat dan mendegradasi Islam sebagai agama yang menghormati setiap golongan," ujar Wawan dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/11/2018).

"Hal tersebut adalah upaya BIN untuk memberikan early warning dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, tetap menjaga sikap toleran dan menghargai kebhinekaan," jelas dia.

Selanjutnya, perlu dilakukan pemberdayaan Da'i untuk dapat memberikan ceramah yang menyejukkan dan mengkonter paham radikal di masyarakat.

Wawan menambahkan, ada pula data tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang terpapar radikalisme. Bahkan 39 persen mahasiswa di 15 Provinsi di Indonesia tertarik dengan paham radikal.

"Namun data PTN dimaksud hanya disampaikan kepada Pimpinan Universitas tersebut untuk evaluasi, deteksi dini dan cegah dini, tidak untuk konsumsi publik, guna menghindari hal-hal yang merugikan universitas tersebut," ujar Wawan