Terjerat Pasal 156 A, Mimpi Ahok Menjadi Cawapres Terhenti?
UU Kementerian Negara dan UU Pemilihan Presiden ada syarat calon tidak pernah dikenakan sanksi pidana yang hukumannya maksimal 5 tahun atau lebih.

MONDAYREVIEW.COM – Terjerat Pasal 156 A, karir Basuki Tjahaja Purnama untuk menduduki posisi strategis seperti menteri atau maju mencalonkan diri menjadi calon presiden (Capres) atau calon wakil presiden (Cawapres) akan terhenti.
Demikian disampaikan, Mahasiswa S3 dari University of Woshington Amerika Serikat bidang Hukum, Bavitri Susanti saat ditemui usai Diskusi Serial yang bertajuk Merajut Kebhinnekaan Memperkokoh NKRI ‘Membedah Putusan Hukum Ahok’ di Kantor Yayasan Komunikasi Indonesia (YKI) di wilayah Matraman, Jakarta Pusat, Senin (22/05) malam.
Selian Bavitri, pada diskusi serial ini menghadirkan sejumlah nara sumber. Antara lain Pengacara Basuki Tjahaja Purnama, Rolas Sitinjak dan dosen FISIPOL Universitas Kristen Indonesia (UKI), Merphin Panjaitan.
Bavitri mengatakan bahwa kasus yang menjerat Ahok secara langsung membunuh karir politiknya. Menurutnya pasalnya 156 a yang disanksikan kepada Ahok menghentikan langkah Ahok ke depan untuk menjadi menteri bahkan maju menjadi calon wakil presiden atau calon presiden.
“Berdasarkan UU Kementerian Negara dan UU Pemilihan Presiden salah satu syaratnya adalah calon tidak pernah dikenakan sanksi pidana yang hukumannya maksimal 5 tahun atau lebih,” katanya.
Menurutnya putusan hakim yang menjerat Ahok dengan Pasal 156 a berarti telah membunuh karir politik Ahok. Namun apabila hakim menjerat Ahok dengan pasal 156 sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, maka peluang Ahok untuk mejadi menteri atau wapres dan presiden masih terbuka.
“Jadi yang dilihat bukan lamanya di penjara. Tapi pasal yang dikenakan ke dia ancaman hukumannya berapa. Kalau pasal 156 a hukumannya 5 tahun, sementara pasal 156 hukumannya 4 tahun,” tambahnya.
Kendati demikian langkah Ahok untuk maju menjadi gubernur di daerah lainnya masih terbuka lebar. Pasalnya dalam di UU Pilkada tidak ada syarat yang menjelaskan tentang hal tersebut.
“Tapi kalau dia mau maju Cagub, atau Calon Bupati/walikota di tempat lain masih bisa,” katanya.
Perlu diketahui, Ketua Majelis Hakim, Dwiarso Budi Santiarto dalam persidangan ke-22 di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan pada Selasa (9/5) sangat mengejutkan semua pihak. Pasalnya vonis hakim jauh lebih berat dari jaksa yang hanya menuntut Ahok satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Cara pandang hakim dan jaksa sangat bersebrangan. Jaksa menilai Ahok tak bisa dibuktikan melanggar Pasal 156 A KUHP tentang penistaan agama, sedangkan hakim bersikap sebaliknya.
Dengan keyakinan dan alat bukti yang ada, majelis hakim memutuskan Ahok terbukti bersalah melakukan penistaan agama perihal QS Al-Maidah ayat 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, September tahun lalu.
Oleh hakim, Ahok dinilai tidak sekadar melanggar Pasal 156 lantaran menyatakan di muka umum perasan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu golongan atau agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Pasal itulah yang menjadi pijakan tuntutan jaksa. Tak hanya memvonis Ahok, majelis hakim juga langsung menahan Ahok.