Tak Mau Tanggung Jawab Soal Kasus Tengku Zulkarnain, MUI: Itu Pernyataan Pribadi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mau bertanggung jawab atas sikap pengurusnya, ustadz Tengku Zulkarnain yang menyebut bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) terdapat pasal yang melegalkan zina.

MONITORDAY.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mau bertanggung jawab atas sikap pengurusnya, ustadz Tengku Zulkarnain yang menyebut bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) terdapat pasal yang melegalkan zina.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wasekjen MUI, Zainut Tauhid Saadi. Ia menilai, yang dilakukan Tengku yang merupakan Waketum MUI itu tidaklah mengatas namakan lembaga, melainkan atas nama pribadi.
"Pernyataan tersebut adalah bentuk pernyataan pribadi dan tidak mengatasnamakan MUI. Sehingga MUI tidak bertanggung jawab atas pernyataannya tersebut," kata Zainut, dalam keterangan tertulis, Kamis, (14/3).
Sebelumnya, Tengku Zulkarnain menyampaikan ceramah bahwa pemerintah Jokowi melegalkan zina dengan membagikan kontrasepsi, seperti dalam RUU PKS. Namun setelah dikaji kembali, Ia mengakui tidak ada pasal yang dimaksud dalam RUU tersebut.
Tengku Zulkarnain pun menyampaikan permintaan maafnya lewat akun Twitter miliknya @ustadtengkuzul, pada Selasa (12/3). Ia memohon maaf karena tidak cermat dalam membaca, bahwa tidak ada dalam RUU PKS ini yang meyebutkan penyediaan alat kontrasepsi.
Zainut mengatakan, hal yang disampaikan oleh Tengku Zulkarnain tersebut memang tidak bersumber dari hasil kajian staf ahli MUI atau Komisi Hukum dan Perundang-undangan. “Artinya jelas sama sekali tidak berdasar dan merupakan bentuk kecerobohan yang sangat nyata,” ucapnya.
Menurut Zainut, MUI sendiri memiliki perhatian serius terhadap RUU PKS ini, untuk hal tersebut organisasi ini menugaskan kepada Komisi Kumdang dan Komisi Fatwa untuk melakukan pengkajian dan pendalaman terhadap RUU tersebut.
"Sehingga hasilnya nanti akan direkomendasikan kepada DPR dan pemerintah untuk dijadikan sebagai bahan masukan dan perbaikan agar RUU tersebut isinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila," terangnya.
MUI mengimbau kepada semua pihak khususnya tokoh agama, masyarakat dan elit politik untuk lebih bijak, cermat dan berhati-hati dalam menyampaikan pendapat kepada publik. “Tujuannya agar terhindar dari berita bohong dan fitnah yang dapat membuat konflik dan kegaduhan di masyarakat,” tandas Zainut.