Tak Diperhatikan Pemerintah, Teater Akan Terus Hidup

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berbudaya. Sebagai negara modern, sudah sepatutnya Indonesia menghargai berbagai prestasi di bidang seni dan kebudayaan.
Terlebih, prestasi itu dibuktikan pada level internasional. Salah satu kelompok seni Indonesia yang digandrungi dunia internasional adalah teater.
Tercatat, dunia teater telah memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa dalam kancah internasional. Salah satunya ialah Teater Tanah Air (TTA) pimpinan Jose Rizal Manua.
Kelompok teater anak ini diketahui telah menyabet berbagai medali emas di ajang internasional.
Mulai tahun 2004, TTA berhasil mendapatkan 10 medali emas di pentas The Asia Pasific Festival of Children Theatre yang diadakan di Toyama, Jepang. Lalu, kelompok ini juga kembali menyabet 19 medali emas di seluruh kategori pada festival Teater Anak-anak Dunia ke-9 tahun 2006, di Lingen, Jerman.
Pernah juga diundang secara khusus oleh markas Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk tampil di gelaran The United Nations Universal Children's Day di Palais Des Nations-United Nations Swiss in Geneve (UNDG), Jenewa, Swiss pada tahun 2008.
Belum lama ini juga TTA mengikuti festival di India tahun 2013. Lalu, di negara-negara seperti Rusia, Maroko dan Kanada, teater ini selalu tampil memukau dan berhasil mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.
Mengetahui hal tersebut, pertanyaan penting yang dapat dikemukakan ialah terkait respon pemerintah terhadap dunia teater. Namun, sayang seribu sayang, pemerintah kurang memberi perhatian terhadap sektor kesenian yang satu ini.
Terseok-seok
Kepada MONDAY Magz, Pimpinan Teater Tanah Air Jose Rizal Manua mengungkapkan, hingga saat ini pemerintah belum menaruh perhatian yang signifikan pada dunia teater. Bahkan, diakui dia, kondisi teater di Indonesia sangat memprihatinkan ditengah prestasi yang banyak diraihnya.
"Tidak ada (apresiasi pemerintah), tetap terseok-seok sendiri," kata Jose, di kawasan TIM, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini pun bilang, dirinya tak banyak memiliki harapan kepada pemerintah untuk senantiasa menghargai produk-produk seni budaya yang ada.
"Saya tidak begitu optimis di negara yang tidak cinta kepada seni budaya. Yang pemerintahannya tidak perduli pada seni budaya. Saya sangat pesimis," ungkap Jose.
Kendati demikian, ia optimis bahwa seni teater tidak akan lapuk ditelan zaman meski tak adanya perhatian dari negara. "Saya yakin teater tidak akan mati. Ia akan tumbuh dengan caranya sendiri," tukasnya.
Bagi Jose, harusnya negara-negara maju memiliki perhatian pada kebudayaan. Pasalnya, tiap kemajuan yang ada dalam suatu bangsa selalu bertolak dari kebudayaan itu sendiri.
"Tapi pemerintah kita tidak mau belajar dari itu. Itulah yang bikin kita tidak maju-maju," tandasnya.
Pemerintah Acuh
Sebagai pimpinan teater anak yang berhasil memboyong segudang prestasi ke dalam negeri, tentunya Jose memiliki kisah yang patut diperhatikan dalam kaitannya dengan respon pemerintah.
Dia menuturkan, ketika dirinya dan TTA mendapatkan 10 medali emas dari Jepang pada tahun 2004, bersamaan itu pula datang rombongan pemain bulutangkis Indonesia yang baru balik dari kejuaraan di Yunani.
Saat itu, Indonesia hanya mendapatkan satu medali emas yang dimenangkan oleh Taufik Hidayat, lainnya kalah.
Namun, saat kepulangan rombongan pebulutangkis ini, stakeholder pemerintah betul-betul memberi apresiasi yang begitu besar. Hal ini tentu berbeda dengan sambutan yang diberikan pada Jose dan kelompok teaternya.
"Rombongannya (pebulutangkis) banyak dan cuma satu yang menang. Diberi sambutan besar, diberitakan di koran-koran, diberi rumah oleh gubernur, diberi uang milyaran. Sementara kami baru pulang dari Jepang dengan 10 medali emas, gubernur tidak ada sambutan. Bahkan, kita minta ketemu saja tidak ditanggapi. Itulah perbadingan perhatian pemerintah terhadap kebudayaan dan olahraga," tukas Jose.
Waspada Petualang Seni Abal-abal
Ia juga mengingatkan pemerintah untuk waspada kepada para petualang seni yang hanya mencari keuntungan semata. Saat ini, diakui Jose, banyak sekali petualang seni dengan model seperti itu.
“Ada satu orang petualang yang merajalela. Dia main keliling dunia. Pertunjukkannya buruk sekali. Tapi dia tidak berani main disini (Indonesia), mainnya langsung di luar negeri yang katanya mewakili Indonesia. Padahal, dengan seperti itu, justru dia memperburuk Indonesia. Orang-orang barat melihat itu teaternya tidak karuan,” tuturnya.
“Sementara dia ngomong di media katanya banjir pujian dimana-mana. Kemarin saya nonton di Kanada. Mutu (pertunjukkannya) sangat rendah. Dia disponsori oleh Kemendikbud, Mizan, dan lain-lain. Apa tidak ada kurasinya?” tandasnya.
Harapan
Untuk itu, ia berharap pemerintah bisa disadarkan bahwa teater Indonesia merupakan yang terbaik di dunia. Baik teater anak-anak maupun teater dewasa. Sehingga, pemerintah seyogyanya memberikan penghargaan yang sepadan atas prestasi para seniman yang telah mendarma baktikan hidupnya bagi tumbuh kembangnya kesenian di Indonesia.*
FAHREZA RIZKY