Stop Politik SARA, Adu Gagasan yang Terpenting

Kebisingan Pilgub DKI Jakarta dapat dikatakan tidak pernah surut. Bahkan kebisingan terus terjadi menjelang Pilgub DKI Jakarta putaran dua.

Stop Politik SARA, Adu Gagasan yang Terpenting
Istimewa

MONDAYREVIEW.COM- Kebisingan Pilgub DKI Jakarta dapat dikatakan tidak pernah surut. Bahkan kebisingan terus terjadi menjelang Pilgub DKI Jakarta putaran dua yang akan digelar 19 April 2017 nanti.

Kebisingan kembali terjadi dengan beredarnya video kampaye paslon nomor dua. Video #BeragamituBasukiDjarot terus menuai kecaman dari semua pihak, khususnya ummat Islam.

Video berdurasi dua menit tersebut sebenarnya memiliki pesan yang mulia untuk menjaga keberagaman dan menanamkan nasionalisme. Namun, sayangnya ada beberapa adegan dalam video tersebut justru menyulut kebisingan di tengah kehidupan berbangsa bernegara.

Beberapa tokoh Islam seperti AA Gym pun angkat bicara memprotes video kampaye Ahok-Djarot tersebut. Pada akun Twitternya ustad kondang ini menilai bahwa paslon nomor 2 telah menyudutan ummat Islam.

"Pak Ahok, saya protes keras video kampanye yang sangat menyudutkan umat Islam, ini fitnah yang sangat kotor dan keji," kicau Aa Gym dalam akunnya, Senin (10/4).

Kendati demikian pengasuh pondok pesantren Daruttauhid ini mengajak seluruh ummat islam untuk menjaga ketenangan meskipun terluka  karena fitnah yang telah dilancarkan oleh pasangan Ahok-Djarot. "Kepada semua umat Islam yang terluka dengan kampanye kotor ini, diserukan tetap tenang dan jangan terprovokasi, jaga akhlak perkuat ibadah".

Protes senada juga disampaikan oleh Pimpinan Pusat  (PP) Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum, Faisal. Menurutnya video #BeragamituBasukiDjarot dianggap mengusik ketenteraman di tengah masyarakat yang sudah terjalin dalam Pilgub  DKI Jakarta putaran kedua. Dan video tersebut telah menimbulkan sumber kebisingan baru.

"Kami menyadari betul tujuan kampanye video berdurasi pendek itu untuk merebut simpati pemilih. Tapi mengapa pada bagian awal tampilkan situasi yang menyudutkan pihak tertentu," ujar Faisal (Senin, 10/4).

Pada bagian awal video tersebut, digambarkan kerumunan massa yang menggunakan peci, baju koko putih, bersorban, digambarkan melakukan aksi demo disertai spanduk bertuliskan provokasi SARA. 

Di sisi lain digambarkan dua orang etnis Cina (sepertinya anak dan ibunya) dalam posisi ketakutan yang terjebak di tengah kerusuhan. Pada bagian lain, seorang Cina digambarkan begitu nasionalis membela tim sepakbola Indonesia. 

"Bagaimana mungkin pesan ajakan untuk menegakan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tetapi dimulai dari cara yang menampilkan situasi visual yang membuat keresahan dan kebisingan,"jelasnya.

Pilgub Terburuk

Pimilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta merupakan pemilihan kepala daerah yang terus menyita perhatian publik. Sejak awal jalannya gelaran pilgub ini diwarnai dengan perdebatan seru yang lebih mengutamakan persolan SARA.  Seharusnya pilgub DKI Jakarta harus disibukkan dengan adu gagasan untuk menyelesaikan masalah Jakarta yang semakin komplek.  Seperti masalah macet, banjir. Dan yang paling penting bagaimana mengurangi kesenjangan sosial warga Jakarta yang kian melebar antara si miskin dan si kaya.

Mengutip pernyataan pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro bahwa Pilkada DKI Jakarta 2017 merupakan pilkada yang terburuk sepanjang sejarah. Pasalnya materi kampaye sangat minim makna. Subtantif yang dibawa saat kampaye  tidak mengedepankan adu gagasan menawarkan solusi mebenahi Jakarta lebih baik. Malah lebih didominasi politik Suku, Ras, Agama dan Antargolongan (SARA).

Politik SARA justru akan merugikan warga Jakarta itu sendiri. Jakarta sebagai barometer Indonesia dihadapkan segudang permasalahan yang harus segera dipikirkan jalan keluarnya dan penuntasan pelbagai masalah sosial dan ekonomi warga Jakarta.

Masalah kemiskinan sangat terlihat di Jakarta. Misalnya permasalahan yang sederhana tapi penting. Misalnya, masih lebih dari satu juta warga DKI Jakarta yang tidak memiliki Jamban di rumahnya. Ini sudah sangat menggambarkan bahwa ketimpangan sosial di Jakarta menganga lebar.

Menurut hamat penulis, Pilgub DKI Jakarta seharusnya menjadi momentum untuk melahirkan pemimpin yang mencintai warganya dengan membuat trobosan-trobosan baru untuk menuntaskan masalah sosial dan ekonomi. Warga DKI Jakarta membutuhkan pemimpin yang peduli terhadap wong cilik.

Kepedulian pemimpin dibuktikan dengan mampu menciptakan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap wong cilik. Apabila pemimpin Jakarta memiliki spirit tersebut maka kesenjangan sosial yang selama ini menjadi masalah abadi akan terurai.

Selain itu, pemimpin yang berpihak kepada rakyat adalah pemimpin yang bersih dan siap melawan korupsi. Karena korupsi pembangunan daerah bahkan nasional akan terhenti. Karena korupsilah upaya untuk mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan warga Jakarta akan menjadi impian semata.

Semoga Pilgub Jakarta akan melahirkan pemimpin yang memiliki spirit di atas. Pemimpin yang tidak membenturkan keberagaman yang selama ini tidak menjadi soal di Jakarta.