Soal Salah Tulis UU Cipta Kerja, IHCS Akan Memfasilitasi Masyarakat Gugat ke MK

MONITORDAY.COM - Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) memberi perhatian khusus terkait naskah Undang Undang No 12 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. IHCS memastikan berpihak pada hak-hak konstitusional rakyat.
"IHCS akan membentuk tim advokasi yang beranggotakan para advokat pembela hak hak konstitusional untuk memfasilitasi gugatan judicial review yang akan dilakukan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi," kata penasihat senior IHCS, Gunawan, kepada Monitorday sesaat lalu, Rabu (4/11/2020).
Menurut Gunawan, proses pembentukan Omnibus Law UU Cipta Kerja menunjukan adanya masalah formil yang merugikan hak-hak konstitusional rakyat Indonesia dan melanggar prinsip negara hukum yang dimandatkan UUD 1945. Ia pun menyoroti kesalahan penulisan naskah UU yang ditandatangani Presiden dan sudah diundangkan dalam Lembaran Negara itu.
Kesalahan penulisan setidaknya ada pada Pasal 6 di halaman 6 dan pasal 53 ayat 5 halaman 757. Akibat kesalahan tulis, isi kedua pasal tersebut menjadi ambigu secara substansi dan menimbulkan prasangka dan kegaduhan baru.
Kesalahan penulisan ada di pasal 6 di bagian tersebut menyebutkan, "Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a meliputi, "ada empat huruf, a sampai d, yang menjabarkan apa saja peningkatan ekosistem".
Yang menjadi permasalahan, Pasal 5 yang dirujuk oleh Pasal 6 tidak memiliki ayat tambahan apapun. Tidak ada ayat 1 huruf a seperti yang dirujuk pada Pasal 6.
Kesalahan kedua, terdapat pada Pasal 53 Bab XI mengenai Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja, bagian kelima tentang izin, standar, dispensasi, dan konsesi, yang ada di halaman 757. “Ayat 5 pasal itu harusnya merujuk ayat (4), tapi ditulisnya ayat (3)".
"Maksud menciptakan penyerdehaan hukum justru berbuah ketidakpastian hukum jika teks UU Cipta Kerja masih diperbaiki setelah disahkan dan diundangkan," ujar Gunawan.
Lebih lanjut Gunawan mengatakan, secara formil naskah RUU sudah tidak lagi bisa diubah setelah disahkan, apalagi sudah ditandatangani oleh Presiden dan dimasukan ke dalam Lembaran Negara. Perbaikan pasal-pasal hanya bisa dilakukan melalui perubahan atau pergantian undang undang salah satunya dengan jalan presiden menerbitkan Perppu.
"Perppu memang kemudian balik lagi ke pembahasan di DPR dalam kerangka Prolegnas, sehingga membuka peluang untuk perbaikan secara materiil," sebutnya.
Namun jika presiden dan DPR tidak mengambil prakarsa, maka perubahan bisa dilakukan oleh putusan MK sehingga masyarakat perlu melakukan uji formil dan juga materiil ke MK.
"Dalam kerangka inilah IHCS akan memfasilitasi masyarakat untuk menggugat ke MK," demikian kata Gunawan.[]