Soal Karantina Wilayah, LBHM: Harus Berdasar Hukum dan Jamin Kebutuhan Dasar Warga

LBHM meminta kepada Presiden agar mengambil langkah yang critical, rapid dan koheren, dalam menangani Covid-19 yang semakin mewabah, dan memakan banyak korban.

Soal Karantina Wilayah, LBHM: Harus Berdasar Hukum dan Jamin Kebutuhan Dasar Warga
Ilustrasi foto karantina wilayah/Reuters

MONITORDAY.COM - Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) meminta pemerintah memperhatikan aspek hukum terkait rencana melakukan karantina wilayah dalam mencegah penyebaran Covid-19. Hal tersebut dikatakan menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, bahwa pemerintah tengah menyiapkan Peraturan tentang Karantina Wilayah.

"Seluruhnya harus sesuai dengan rule of law mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, dideklarasikan secara terbuka, agar akuntabel guna menjamm terlindunginya hak hak warga, terutama mereka yang terdampak dengan Covid-19," ujar Direktur Eksekutif LBHM, Ricky Gunawan, dalam keterangan tertulis, yang diterima Senin (30/3).

Ia menjelaskan, karantina wilayah berdasarkan Pasal 53 ayat (1) juncto Pasal 49 ayat (3) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kedaruratan Kesehatan: Karantina Wilayah (KW) merupakan bagian respons dari Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM), yang ditetapkan oleh Menteri dalam hal ini Menteri Kesehatan.

Kemudian, Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU yang sama, status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) ditetapkan dan dicabut oleh Pemerintah Pusat. Hingga 29 Maret 2020, Pemerintah Pusat tidak pernah menetapkan KKM secara terbuka.

LBHM pun meminta kepada Presiden agar mengambil langkah yang critical, rapid dan koheren, dalam menangani Covid-19 yang semakin mewabah, dan memakan banyak korban.

"Critical karena penyebaran Virus Covid-19 sudah tidak linear dan berjalan eksponensial; dan tidak bisa diberlakukan sebagai business as usual. Rapid, karena virus menyebar lebih cepat daripada kerja birokrasi. Seluruh jajaran pemerintahan harus bekerja dan bergerak dengan kepekaan krisis. Koheren, karena membutuhkan langkah-Iangkah yang terintegrasi," jelasnya.

Ricky juga mengkritik model testing yang Pemerintah pilih dalam mengatasi wabah ini. Menurutnya, opsi testing terbukti tidak berjalan optimal.

"Testing hanya berjalan efektif jika disertai dengan tracing yang gesit dan mengejar, Dan tracing akan efektif apabila tersedia sistem pengumpulan informasi yang jelas dan transparan, di mana publik bisa mengaksesnya dan berpartisipasi," ujar dia.

Selain itu, Ia juga meminta agar Presiden mengambil keputusan bukan berdasarkan opini lingkaran Istana, tetapi harus berdasarkan pada pandangan para pakar, berbasis data. berorientasi pada menyelamatkan nyawa manusia, dan menyampaikannya kepada publik secara jujur.

"Menyandarkan pengambilan keputusan dan opini politisi menjadikan keputusannya bersifat politis dan rentan dengan konflik kepentungan politik tertentu. Presiden Joko Widodo harus mengutamakan kepentingan rakyat lndonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan," tegansya.

Kemudian, Presiden juga diminta agar menyusun dan menjalankan rencana yang sistematis, menyeluruh, segera. dan memiliki arah jangka panjang Respons Covid-19 tidak bisa diecer. Sebab, hal tersebut justru inkonsisten dengan penumbuhan virus yang eksponensial.

"Pendekatan Pemerimah tidak bisa lagi linear. Alih-alih mencegah dan menekan laju pandemi, respons Pemerimah hanya mengikuti virus bergerak," ungkapnya.

Lebih lanjut, Ricky juga meminta agar Presiden segera menyiapkan mitigasi dampak langkah yang akan Pemerintah ambil.

"Apabila Pemerintah jadi menerapkan KW, negara harus menyiapkan rencana dan menyiapkan mitigasi dampak sosial ekonomi terhadap warga yang pekerjaan atau nafkahnya terdampak atau terbatas; dan, memastikan seluruh kebutuhan dasar rakyat tetap terpenuhi selama dan beberapa waktu setelah penetapan KW," tandasnya.