Kebijakan Karantina Wilayah dan Konsekuensinya
Kebijakan karatina suatu wilayah diatur oleh Undang-undang. Konsekuensi dan kemampuan dalam mengantisipasi dampak sosial ekonomi menjadi perhatian utama. Kebutuhan pangan dan logistik lainnya menjadi tanggung jawab otoritas berwenang. Dampak makro mungkin sudah tidak terhitung jumlahnya, namun yang paling mendesak adalah kebutuhan pangan bagi penduduk berpenghasilan rendah.

MONITORDAY.COM - Kebijakan karatina suatu wilayah diatur oleh Undang-undang. Konsekuensi dan kemampuan dalam mengantisipasi dampak sosial ekonomi menjadi perhatian utama. Kebutuhan pangan dan logistik lainnya menjadi tanggung jawab otoritas berwenang. Dampak makro mungkin sudah tidak terhitung jumlahnya, namun yang paling mendesak adalah kebutuhan pangan bagi penduduk berpenghasilan rendah.
Perdebatan tentang kebijakan menutup akses suatu wilayah membuat khalayak terserap energinya terlalu banyak. Istilah lockdown menjadi populer kala wabah mulai menghantam Wuhan. Istilah tersebut menggambarkan karantina total di kota yang menjadi epicentrum pandemik global tersebut. Sementara secara parsial karantina diberlakukan di beberapa kota lain di Tiongkok. Karantina terhadap Wuhan digambarkan sangat ketat. Namun kebutuhan logistik bagi penduduk ditangani dengan baik. Pun bagi pendatang dari negara lain yang terkunci di sana.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan salah satu kewajiban pemerintah adalah memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat, termasuk makanan bagi hewan-hewan ternak milik warga.
Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Dalam regulasi itu disebutkan adanya 4 jenis pembatasan ketika terjadi pandemi. Mulai dari karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan pembatasan sosial berskala besar. Demikian menurut Mendagri Tito Karnavian pada Senin (30/3/2020).
Coba kita bandingkan dengan Tiongkok dan India untuk memetik pelajaran terkait karatina wilayah ini. Pemerintah Tiongkok mengirimkan makanan setiap hari. Rumah sakit darurat dibuat dalam waktu 10 hari dengan daya tampung yang mencukupi. Ratusan dokter dari berbagai penjuru negeri terjun ke kota itu. Dua bulan kota tersebut disekap keheningan dengan pengawasan ketat.
Ketika India mengumumkan kebijakan lockdown secara nasional kekisruhan muncul. Banyak warga yang rela berjalan kaki untuk keluar dari New Delhi. Mudik ke kampung halamannya. Eksodus itu antara lain terjadi ke arah Negara Bagian Uttar Pradesh. Tak sedikit yang menempuh perjalanan hingga ratusan kilometer.
Kembali hukum dan kondisi negara kita. Pasal 55 UU Kekarantinaan menegaskan Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Demikian bunyi ayat (1) pasal terkait.
Pada ayat (2) ditegaskan bahwa tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.
Katakanlah Pemerintah akan mengkarantina Jakarta. Pemerintah Pusat harus berhitung cermat kebutuhan logistik terkait kebutuhan hidup dasar penduduk Jakarta. Dalam kondisi mendesak distribusinya dapat ditentukan berdasar skala prioritas. Angka yang akurat jumlah warga yang dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan berapa yang harus disediakan oleh Pemerintah. Kebutuhan logistik dan pengamanan tentu tidak sedikit dibanding kemampuan dalam penyediaan dan distribusinya.
Skema bantuan yang sudah digulirkan Pemerintah adalah penambahan besaran bantuan langsung non-tunai bagi penerima manfaat Kartu Sembako dari semula Rp 150 ribu/ bulan menjadi Rp 200 ribu/ bulan. Rencana rinci untuk mengantisipasi dampak pembatasan akses ini masih ditunggu publik. Setidaknya dalam bentuk Peraturan Pemerintah untuk membuat turunan teknis atas UU Kekarantinaan.