Sistem Zonasi Menjadi Prioritas, Siswa dan Orangtua Senang
Peraturan Baru Mendikbud dalam Penerimaan Siswa Dinilai Brilian Karena Berdampak Sangat Positif

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy membuat terobosan baru dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui Permendikbud No.14 Thn 2018. Peraturan ini disukai oleh seluruh siswa dan banyak dipuji oleh orangtua, namun disisi lain juga menimbulkan beberapa kontroversi.
Salah satu poin utama peraturan ini adalah sekolah yang diselenggarakan pemerintah wajib menerima calon peserta didik berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah dengan kouta paling sedikit 90 persen dari total keseluruhan peserta didik yang diterima. Sedangkan melalui jalur prestasi maksimal 5 persen. Sisa 5 persen lagi untuk perpindahan domisili orang tua/wali atau terjadi bencana alam/sosial.
Pertimbangan utama yang digunakan Mendikbud dalam peraturan ini adalah demi pemerataan pendidikan di Indonesia. Jarak antara rumah ke sekolah sesuai ketentuan zonasi menjadi persyaratan utama seleksi PPDB untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA. Sementara itu, SMK dibebaskan dari aturan zonasi, dan dapat menetapkan tambahan persyaratan khusus terkait bidang/program/kompetensi keahlian.
"Pengaturan penggunaan sistem zonasi demi pemerataan pendidikan di Indonesia, dan sekolah negeri wajib mengumumkan secara terbuka proses pelaksanaan dan informasi PPDB," kata Mendikbud, Muhadjir Effendy, dalam acara sosialisasi kebijakan pendidikan dasar dan menengah, di Jakarta.
Dengan sistem zonasi diharapkan memudahkan setiap siswa untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak dan jarak tempuh yang singkat. Sehingga memudahkan siswa dalam menempuh pendidikan dasar dan menengahnya, juga meringankan orangtua dalam biaya transportasi anaknya.
Namun karena sistem zonasi menguntungkan bagi siswa yang berdomisili dekat dengan lokasi sekolah negeri yang menjadi tujuan. Akibatnya nilai ujian nasional tidak lagi menjadi prioritas utama seperti sebelumnya. Begitupun dengan siswa yang berprestasi pada bidang tertentu.
Kontroversi ini sempat berkembang tapi akhirnya tidak membesar. Karena nilai ujian nasional dan siswa berprestasi tetap menjadi pertimbangan ketika di sekolah negeri yang dituju tersebut dekat dengan pemukiman warga sehingga ada banyak siswa yang mendaftar. Sedangkan daya tampung sekolah terbatas.
Kontroversi lainnya banyak sekolah unggulan yang selama ini sudah dirintis oleh para guru selama bertahun-tahun dan menjadi favorit bagi siswa yang pandai, menjadi terkesampingkan. Karena patokan utama penerimaan bukan lagi nilai ujian nasional melainkan domisili siswa.
Menanggapi hal ini, peraturan Mendikbud baru ini memang dibuat untuk mengurangi status sekolah unggulan atau favorit. Dan menggantikannya menjadi semua sekolah harus dapat menjadi sekolah unggulan. Dimana setiap kepala sekolah dan guru dituntut untuk memberikan pendidikan dan pengajaran yang terbaik.
Selain itu, peraturan ini akan membuat siswa yang memang memiliki kecerdasan tinggi tidak lagi bertumpuk di satu sekolah unggulan, tetapi menyebar ke semua sekolah. Karena kecerdasan seorang siswa dapat memicu dan memotivasi siswa lain untuk menjadi cerdas.
Akhirnya ada tiga poin penting yang sangat positif bagi perkembangan pendidikan sekolah dasar dan menengah melalui peraturan Mendikbud baru tersebut. Pertama, adanya akses yang mudah bagi siswa untuk menempuh pendidikannya. Kedua, menyebar siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata ke semua sekolah. Dan ketiga, tercipta kualitas pendidikan yang merata di seluruh sekolah negeri karena mengurangi status sekolah unggulan dan sebaliknya semua sekolah dituntut untuk menjadi unggulan.