Silang Pendapat Soal Dana Saksi Parpol

Dalam setiap penyelenggaraan pesta demokrasi baik itu pilkada maupun pemilu tidak hanya sistem pelaksanaan jadi pembahasan bagi penyelenggara maupun partai politik sebagai peserta pesta lima tahunan tersebut.

Silang Pendapat Soal Dana Saksi Parpol

MONITORDAY. COM - Dalam setiap penyelenggaraan pesta demokrasi baik itu pilkada maupun pemilu tidak hanya sistem pelaksanaan jadi pembahasan bagi penyelenggara maupun partai politik sebagai peserta pesta lima tahunan tersebut.

Namun, dana saksi juga menjadi point krusial yang diperbincangkan. Besarnya anggaran dana saksi yang mesti ditanggung oleh partai politik membuat pos ini sering dikeluhkan.

Dalam konteks Pemilu 2019, setidaknya lebih kurang 800.000 TPS akan tersebar di seluruh Indonesia. Tentunya ini menjadi PR besar bagi partai politik untuk mempersiapkan cost pengadaan sanksinya di masing-masing TPS. Kondisi ini akhirnya mengeruak di meja parlemen khususnya di Komisi II DPR RI yang mewacanakan agar dana saksi parpol tersebut dibebani kepada APBN.

Akan tetapi, wacana ini menimbulkan kontroversi. Berbagai sikap dan pendapat dari partai politik maupun penyelenggara pemilu masih belum satu suara dalam menyikapi wacana ini.

Dalam menyikapi wacana dana saksi ini, beberapa partai melalui anggotanya di Senayan menyampaikan sikap persetujuan agar dana saksi masuk dalam APBN.

Sebagai contoh, Partai Golkar dalam hal ini diwakili oleh Zainuddin Amali yang mengatakan bahwa berkaca dari pilkada sebelumnya, banyak partai politik yang tidak memiliki saksi dikarenakan minimnya alokasi anggaran di partai. Maka, alangkah lebih baik negara memfasilitasi partai-partai menggunakan APBN untuk memenuhi keberadaan saksinya. "Sehingga semua partai politik mewakilkan saksinya. Mau partai besar atau kecil semua ada saksinya. Usulan ini juga mengurangi tindakan menghalalkan segala cara dalam memenuhi biaya saksi," kata Ketua Komisi II DPR RI.

Hal yang senada, diungkapkan Ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang menilai dengan dana saksi berasal dari APBN, maka diharapkan pemilu semakin berkualitas.

Menurutnya, pembebanan ke APBN sangat penting untuk mencegah tindakan menghalalkan segala cara guna memenuhi dana saksi di Pemilu 2019. Pasalnya kasus semacam itu banyak terjadi di pemilu sebelumnya. "Cari uang nggak boleh, cari ini nggak boleh, tapi kan saksi harus ada. Negara nggak mau nanggung. Akhirnya ada yang ketahuan ada yang enggak. Yang ketahuan yang ketangkep, yang enggak ketahuan enggak ketangkep, kan enggak adil. Saya kira itu harus dibiayai negara, kan jelas ada orangnya, ada saksinya. Agar pemilu kita berkualitas, jujur, adil, transparan, terbuka, kan enak," ujar Zulkifli Hasan kepada media, Kamis lalu (18/10/2018).

Dalih yang sama juga dikemukan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arwani Thomafi mengatakan usulan dana saksi dibebani kepada APBN untuk menimilasir kecurangan dalam pemilu. Dia menjelaskan bahwa PPP telah memutuskan dalam Mukernas, Minggu (21/10) agar pembiayaan dana saksi oleh negara dan meminta anggota Fraksi PPP di DPR untuk memperjuangkan usulan tersebut.

Terkait wacana ini, dia meminta agar tidak perlu dikhawatirkan. “Nah, kita ingin kembalinya Pemilu ini untuk rakyat," ujar Ketua Fraksi PPP MPR RI.

Alasan mahalnya biaya politik di Indonesia, maka ini juga menjadi salah satu Partai Kebangkitan Bangsa untuk menyetujui dana saksi masuk dalam anggaran negara.  Politisi PKB Abdul Kadir Karding bahkan mengakui bahwa selama dirinya terjun di dunia politik khususnya dalam pencalegan tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan. Maka, dia menafikan biaya politik itu murah. “ (PKB) setuju saja. Setuju dana saksi itu di-cover oleh APBN. Kalau ada yang bilang ongkos politik itu murah, itu bohong," katanya, beberapa waktu lalu kepada media.

Politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari menyebutkan bahwa salah satu penyulut korupsi adalah bersumber dari pembiayaan parpol. "Dalam studi KPK dikatakan pembiayaan Parpol itu penyulut dari korupsi. Kemudian KPK merekomendasikan kenaikan dana bantuan pemerintah kepada Parpol ini bagus," katanya. 

Maka, kata dia, akan lebih bagus lagi jika kemudian negara juga membayar dana saksi ini. "Artinya calon legislatif seperti saya, tidak akan bingung mencari dana untuk urunan," katanya. 

Berbeda dengan partai politik lain, NasDem mengatakan secara tegas untuk tidak menyetujui dana saksi dibebani dalam APBN. "Kami tetap menolak dana saksi dimasukan ke dalam APBN. Tidak pantas APBN dipakai untuk membayar biaya saksi partai politik," ujar Ketua Fraksi Partai NasDem, Ahmad HM Ali

Bendahara Umum NasDem itu juga mengatakan, pengaturan saksi dan pembiayaannya sudah masuk ke ranah yang sangat teknis kepartaian. Selain tidak efektif, hal itu juga sangat tidak etis bagi masyarakat yang mengetahui dengan pasti bahwa beban ekonomi dan APBN negara saat ini cukup berat.

Pendapat yang beda di sampaikan oleh penyelanggara pemilu dalam menyikapi terkait usulan dana saksi parpol masuk dalam APBN.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman mengatakan bahwa lembaganya menolak jika harus mengelola dana saksi. Karena  dana saksi senilai yang diusulkan sebesar Rp 3,9 triliun bukanlah dana yang kecil untuk dikelola.  "KPU terus terang saja kerjaannya sudah banyak. Jadi mohon jangan dibebankan ke KPU," kata Arief, Jakarta, Minggu (21/10/2018)

Penolakan yang sama juga muncul dari Bawaslu. Komisioner Bawaslu RI, Afifuddin,  menegaskan UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak mengatur kewenangan Bawaslu mengelola dana kampanye. Dalam UU itu, Bawaslu hanya berwenang melatih saksi. "Itu yang akan kami jalankan, bukan mengelola pembiayaan," ucapnya.

Penolakan adanya dana saksi juga datang dari salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati pemilu, Lingkar Madani (Lima). Tidak hanya menolak, Direktur Esekekutif LIMA Ray Rangkuti juga mempertanyakan urgensi negara harus mengeluarkan dana untuk kegiatan yang tidak memiliki dasar hukum. "Jadi, logika kita, sesuatu yang tidak diatur undang-undang kewajibannya sebagai perangkat negara, kok, tiba-tiba dibiayai oleh negara? Itu dari mana logikanya?" ujarnya dalam sebuah diskusi, Jakarta, Kamis (18/10/2018)

Namun, sepertinya wacana pendanaan saksi parpol ini bisa jadi akan menempuh jalan panjang. Dengan rentang waktu lebih kurang 5 bulan sebelum pelaksanaan pemilu 2019, tentu akan akan ada intestitas lobi yang tinggi antara esekutif dan legislatif selaku wakil dari partai politik di Senayan, jika usulan tersebut tetap ingin diterapkan dalam pemilu 2019.

Apalagi, secara tegas Pemerintah yang diwakili Kemenkeu memastikan tidak akan memasukkan dana saksi Pemilu dalam RAPBN 2019. Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani menyebutkan, otoritas fiskal hanya menganggarkan dana untuk pelatihan saksi yang masuk dalam pos belanja Bawaslu.

"Untuk dana saksi, UU Pemilu (menyebutkan) memang dana saksi tidak dimasukkan. Jadi sesuai ketentuan UU Pemilu, dana saksi hanya untuk pelatihan yang anggarannya dalam Bawaslu," ujar Askolani kepada media di gedung DPR, Kamis (18/10/2018).