Silang Pendapat Pasal-pasal RUU KUHP
Pasal demi pasal dalam RUU KUHP tentu telah dibahas tuntas dalam naskah akademik pada proses legislasi. Pun demikian berbagai pandangan dan kepentingan tentu masuk di dalamnya. Cara pandang terhadap berbagai hal menyangkut kejahatan dan pelanggaran tentu beragam baik di mata pengamat maupun di mata publik.

MONDAYREVIEW.COM – Pasal demi pasal dalam RUU KUHP tentu telah dibahas tuntas dalam naskah akademik pada proses legislasi. Pun demikian berbagai pandangan dan kepentingan tentu masuk di dalamnya. Cara pandang terhadap berbagai hal menyangkut kejahatan dan pelanggaran tentu beragam baik di mata pengamat maupun di mata publik.
Mondayreview mencermati ada beberapa pasal yang saat ini memicu beragam komentar. Tentu wacana yang hangat terkait pasal-pasal ini sangat produktif dalam proses pematangan demokrasi.
Yang Pertama, Pasal 417 dan 419 tentang Perzinahan dan Kumpul Kebo
Pasal 417 Ayat 1, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II.
Pasal ini bersifat delik aduan, dapat menjerat mereka yang berstatus belum menikah, dan aduan tidak disertai gugatan perceraian. Sebagian kalangan yang merasa bahwa perbuatan zina suka sama suka tidak melawan hukum tentu keberatan dengan klausul terkait pada pasal ini.
Pasal 419 Ayat 1, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II.
Kemudian Ayat (2) tertulis bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak dapat dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orangtua, atau anaknya. Ayat (3) yang menyatakan, pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dapat juga diajukan kepala desa atau dengan sebutan lainnya, sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, orang tua atau anaknya.
Buat sebagian orang pasal ini memberatkan. Misalkan mereka yang menikah sirri. Status perkawinan yang tidak dicatatkan dapat menjadi alasan bagi saksi pelapor bahwa yang bersangkitan kumpul kebo. Bagi sebagian yang lain justru sebaliknya mengingat sanksi hukumnya yang terlalu ringan,
Yang Kedua, Pasal 278 tentang Hewan Ternak
Pasal ini hanya ‘ganti nomor’ dan penyesuaian sanksi hukum. Dalam KUHP yang berlaku saat ini Pasal 548 disebutkan bahwa barang siapa tanpa wenang membiarkan unggas ternaknya berjalan di kebun, di tanah yang sudah ditaburi, atau ditanami, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.
Dalam RUU KUHP menjadi Pasal 278 yang isinya setiap orang yang membiarkan unggas yang diternakkan olehny berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain, akan dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II (Rp10 juta).
Yang Ketiga, Pasal 432 Orang Bergelandangan
Inni juga pasal ‘ganti nomor’. Dalam KUHP yang berlaku sekarang ada Pasal 505 Ayat 1 yang berbunyi, “Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan”.
Pasal 432, setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I (Rp1 juta)
Yang Keempat, Pasal 471 tentang Aborsi
Di KUHP yang saat ini berlaku Pasal 347 (1) menyatakan, “Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”.
Pasal 471 Ayat 1, setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pemidanaan tidak berlaku bagi pelaku aborsi korban pemerkosaan dan karena alasan medis yang mengancam jiwa. Seorang perempuan yang diperkosa, oleh karena dia tidak menginginkan janinnya dalam tahapan terminasi tertentu dapat dilakukan (aborsi). Karena alasan medik mengancam jiwa misalnya.
Yang Kelima, Pasal Penghinaan Presiden
Pasal 218, setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".
Pasal ini ditentang kalangan aktivis pro demokrasi karena dianggap dapat menjadi “pasal karet” yang menjerat para pengkritik Pemerintah. Ancaman hukumannya cukup berat.