Evaluasi Akhir Tahun Buat Menkes Terawan
Dunia kesehatan menghadapi tantangan terberat abad ini. Covid-19 telah menjadi pandemi global. Menteri Kesehatan di banyak negara banyak yang mundur karena sadar telah gagal atau tidak mendapat dukungan publik dalam menghadapi pandemi ini. Tak sedikit pula yang memilih mundur karena berseberangan dengan kepala pemerintahan yang menjadi atasannya.

Dunia kesehatan menghadapi tantangan terberat abad ini. Covid-19 telah menjadi pandemi global. Menteri Kesehatan di banyak negara banyak yang mundur karena sadar telah gagal atau tidak mendapat dukungan publik dalam menghadapi pandemi ini. Tak sedikit pula yang memilih mundur karena berseberangan dengan kepala pemerintahan yang menjadi atasannya.
Pada dasarnya pejabat publik memiliki kewajiban untuk melayani kepentingan umum. Termasuk Menteri Kesehatan yang notabene bertanggungjawab atas layanan terpenting dan paling dibutuhkan oleh khalayak. Kesehatan menjadi kebutuhan yang paling mahal harganya. Harta melimpah seringkali tak mampu membelinya. Apalagi bagi mereka yang hidupnya pas-pasan bahkan kurang mampu.
Disamping infrastruktur kesehatan yang memadai dan tenaga kesehatan yang cukup ada banyak hal yang harus tercermin kuat dalam kebijakan seorang Menkes. Kebijakannya terkait layanan kesehatan harus didasari dengan basis transparansi terkait informasi. Tak boleh ada yang ditutup-tutupi. Meski alasannya adalah untuk menghindari kepanikan dan dampak lainnya. Hal ini menjadi pertaruhan integritasnya kala terjadi tarik-menarik yang sangat kuat antara kepentingan ekonomi dan kesehatan.
Maka, Menkes adalah pejabat publik yang harus transparan dalam menyampaikan data dan fakta. Apalagi data terkait perkembangan persebaran Covid-19 di tanah air. Hal inilah yang sempat menjadi perbincangan publik. Data awal yang dimiliki Pemerintah dianggap kurang. Publik hanya akan mematuhi himbauan bila ada keterbukaan. Jika fasilitas dan tenaga kesehatan sudah tak mampu lagi menghadapi lonjakan pasien maka Menkes harus jujur. Dari situlah publik akan tergerak untuk peduli pada upaya pencegahan.
Para menteri termasuk Menkes sebagai pembantu Presiden harus memiliki komunikasi politik yang baik dan mampu menerjemahkan amanat dan instruksi Presiden. Situasi yang luar biasa dalam menghadapi bencana pandemi mengharuskan hadirnya pejabat publik dengan kemampuan komunikasi politik di atas rata-rata. Kompetensi ini juga mencerminkan pandangan dasarnya sebagai seorang pemimpin sekaligus pakar dalam bidang kesehatan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan akan hadirnya kepemimpinan yang mampu mengambil keputusan dengan tepat berbasis sains. Dunia kedokteran adalah dunia yang bersangkut paut dengan nyawa dan keselamatan manusia. Pendekatan saintifik dan etik menjadi pijakannya. Pernyataan yang alih-alih menenangkan justru terkesan menyepelekan bahaya pandemi harus dibayar mahal dengan terkikisnya kepercayaan publik.
Kita juga masih mengingat kontroversi seputar doa sebagai asbab Indonesia tak terpapar Covid-19 ketika Tiongkok dan beberapa negara lain sudah dihantam wabah. Sikap hati-hati dan menghindari sensasi harus diutamakan oleh pejabat publik termasuk Menkes. Bukan saat yang tepat pula untuk menggulirkan gimmick di saat dunia sedang panik. Sikap terbuka, mengajak semua pemangku kepentingan dan rakyat banyak untuk bahu membahu, dan memastikan dirinya berada di garda depan dalam perang panjang menghadapi virus baru lebih perlu.
Pejabat publik harus hadir di hadapan publik. Meski ada juru bicara kehadiran Menkes di ruang publik dalam menjawab pertanyaan publik sangat penting. Seorang menteri harus berani tampil di hadapan publik terutama di depan media. Kasus Najwa Shihab yang mewawancari kursi kosong karena tak hadirnya Menkes menjadi perbincangan luas yang merugikan kredibilitas Pemerintahan Jokowi.
Ketika publik menangkap pesan bahwa Menkes lebih cenderung menegaskan bahwa BPJS hanya menanggung klaim layanan dasar, maka kesan yang muncul Pemerintah tidak berfihak kepada rakyat. Seberat apapun beban anggaran dan tekanan ekonomi tak sebanding dengan keselamatan nyawa rakyat.
Pandemi ini sudah memberikan pelajaran penting bahwa semua negara harus bekerjasama. Sehingga pejabat publik harus terbuka terhadap bantuan luar negeri dan siap pula memberikan bantuan terhadap mitranya. Dalam situasi darurat terbulti semua negara tak punya pilihan selain bekerjasama dalam keterbukaan.
Kita juga masih ingat Presiden Jokowi sempat marah ketika mengetahui rendahnya serapan anggaran penanganan Covid-19. Dan Kementerian Kesehatan yang seharusnya bisa bergegas dalam mengeksekusi program dengan anggaran khusus yang sudah diberikan payung hukum terkesan lambat dalam hal ini. Kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran memang penting namun disitulah tanggungjawab Menkes untuk memastikan langkah-langkah cepat tersebut tidak membuka ruang kebocoran anggaran.
Kita membutuhkan Menkes yang cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. Masa sekarang saatnya mengambil tindakan. Tak kalah penting adalah berani tampil di depan publik untuk menjelaskan kebijakan Pemerintah dengan tepat sesuai arahan Presiden. Sesulit apapun situasinya.