Usaha Tiada Ujung

Para pejabat kemenkes beda suara soal khasiat jamu. Ada yang bilang punya khasiat dan akan dikembangkan. Lainnya bilang, tak ada khasiat untuk Covid-19.

Usaha Tiada Ujung
Ilustrasi foto/Net

HARI terasa lebih lama. Hanya hujan atau gerimis yang membuat senja lekas menggelap. Guntur yang menghempas-hempas di ujung langit, serta cahaya kilat yang memancar-mancar. Terang pun amat cepat berganti gelap, kian lama kian pekat. Lalu mata pun terlelap.

Jalan-jalan kosong, sepi seperti tak berpenghuni. Seperti dikejar hujan, orang-orang selalu jalan bergegas masuk rumah. Lari dari ancaman yang lama memeluk negeri. Banyak truk penuh berisi logistik, atau manusia tak bernyawa. Berbelok ke kanan, kiri, lalu melesat jauh. Truk-truk itu bergegas menuju jalan tiada ujung.

Pernah baca buku novel ‘Jalan Tak Ada Ujung’ karya Mochtar Lubis? Settingya mirip dengan situasi saat ini, di tengah pandemi. Menggambarkan ketegangan antar kelompok pemuda yang tengah menunggu kedatangan tentara sekutu. Lewat buku itu, Mochtar Lubis mungkin ingin menggambarkan betapa perjuangan meraih kemerdekaan itu panjang, bagai tiada ujung.

Bedanya dengan kondisi saat ini, adalah banyak debat seputar penanganan pandemi Covid-19, namun betul-betul tiada ujung. Contohnya, diskusi panjang kita soal kemampuan obat tradisional kala melawan virus corona (Covid-19). Mulai dari empon-empon hingga pengobatan tradisional.

Debat panjang ini pun bahkan sudah sampai pada diskusi bahwa jamu sebetulnya tak melulu soal pahit dan tradisional. Tapi juga soal kesehatan, pengobatan, kebugaran dan kecantikan. Apalagi di masa pandemi Covid-19, jamu menjadi andalan sebagai pendamping pengobatan medis.

Peranan jamu empon-empon melawan covid-19 menjadi stimulus produk jamu tanah air mencapai level tingkat dunia.

Baik dari sisi kesehatan, maupun urusan jualan (ekonomi), jamu memberi banyak harapan dan kesempatan seseorang meraih cuan. Jamu juga soal gaya hidup dan kebiasaan.

Selasa pagi di penghujung Juni 2020, diskusi ‘Kopi Pahit’ amat santai kami helat. Temanya, Ngejamu: New Style dan New Normal. Udara pagi yang masih menyisakan gigit dingin jadi menghangat. Kita jadi punya harapan, besar tiada batas.

Turut hadir dalam diskusi Kopi Pahit, Ida Kusuma Anjani (Direktur Inovasi dan Pengembangan PT Mustika Ratu). Muda, energik dan punya racikan bisnis yang ciamik.

Juga ada Mbak Ariel Dwi Puspitawati (Apoteker di UMKM Jamu Herbalindo), usianya juga masih muda namun memiliki segudang cerita dan tradisi warisan orangtua. Mbak Ariel, tahu betul jamu model apa yang bisa disajikan bagi kalangan milenial.

Diskusi kian menarik, ketika Mas Hera Wijaya (CEO Bongsang), pengusaha yang berhasil menyulap bonggol pisang menjadi kripik dan minuman berkhasiat. Begitu menginspirasi dan membuat saya yakin bahwa Ngejamu di era New Normal adalah New Style!

Soal potensi, jamu nasional juga jangan ditanya. Menyitir data Kemenperin, ada sekitar 30.000 varietas jamu/herbal di Indonesia. Ketiga puluh ribu varietas itu lantas dimanfaatkan oleh sekira 1.200 pelaku industri jamu. Hasilnya, di tahun 2019, industri jamu dan obat tradisional tumbuh di atas 6% pada 2019. Angka ini, tentu akan lebih tinggi lagi mengingat meningkatnya permintaan jamu dan obat tradisional di masa Covid-19. Sudah sampai situ diskusi kita.

Tapi aneh bin jengkel, ada pejabat di Kementrian Kesehatan yang mengatakan ‘tidak ada ramuan jamu yang ditetapkan sebagai obat virus corona Covid-19’.

Menurutnya, tidak ada sama sekali produk jamu yang bisa mengobati Covid-19. Jamu kata dia terdiri dari ramuan temulawak, kunyit, dan herba meniran yang berkhasiat meningaktkan daya tahan tubuh.

Padahal sebelum pejabat tersebut bicara seperti itu, Menkes Terawan sendiri menjelaskan Kemenkes mendorong penggunaan obat tradisional dalam penanganan Covid-19 di fasilitas kesehatan. Salah satunya obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka.

Menkes Terawan bahwan sampai mencontohkan, ekstrak dan temulawak serta ikan gabus merupakan suplemen dalam penanganan virus corona yang bisa digunakan.

Perbedaan penyataan ini tentu saja menyibak tanya, ada apa? Jangan sampai ada kesan bahwa apa yang disampaikan Mardigu Wowiek menjadi benar adanya dalam kasus ini. Bahwa ketika regulator dan operator bisnis berkolaborasi, maka monopoli pun tak bisa dihindari, bahkan bisa sangat powerfull.

Jika sudah begitu, maka seperti dalam ‘The Landlord’s Game’ atau permainan monopoli, siapa pun akan tahu apa yang akan terjadi kemudian.