Sidang MK Ujian Kedewasaan Demokrasi

Sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 dengan demikian haruslah menyudahi semua perdebatan yang selama ini terjadi baik secara daring maupun luring.

Sidang MK Ujian Kedewasaan Demokrasi
Ilustrasi foto/Net

MONDAYREVIEW.COM - Kendatipun proses penyampaian dan pemeriksaan fakta dan bukti Sidang Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberikan sinyal soal hasil putusan akhir, namun sikap sabar lebih utama untuk dikedepankan.

Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR, Agun Gunandjar Sudarsa menyebut sikap tersebut dibutuhkan terutama untuk menguji kedewasaan berdemokrasi. Menurut Agun, dalam hal apa pun iri dan benci harus dihindari, apa pun hasilnya harus direlakan.

“Dari pemeriksaan fakta dan bukti di sidang MK, pemenang Pilpres sudah diketahui. Tapi kita tak boleh mendahului ketentuan Allah atau pun MK. Tunggu putusan akhir, lalu terimakan apa pun hasilnya,” ujar Agun dalam perbincangan hangat di Rumah Cuklik, Ciburayut, Bogor, Sabtu (22/6/2019).

Menurut Agun, kedewasaan berdemokrasi ini menjadi sangat penting. Karena terkait dengan nasib lima tahun pemerintahan Indonesia ke depan. Siapa pun yang jadi pemenang, yang dibutuhkan adalah stabilitas politik.

“Atas nama pribadi saya sudah sampaikan kepada beberapa tokoh kunci di negeri ini, bahwa ke depan kita butuh sebuah pemerintahan baik legislatif, yudikatif, maupun eksekutif yang kuat. Apalagi bila Jokowi yang kembali menang,” tutur Agun.

Bagi Agun, Joko Widodo adalah orang yang punya pandangan jauh ke depan. Dia sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk lima tahun dari sekarang. Karena itu menurut Agun, dibutuhkan DPR dan MPR yang kuat yang bisa menopang setiap kebijakan yang ditelurkan pemerintah.

“Secara pribadi saya sudah sampaikan kepada sejumlah tokoh kunci di republik ini, bahwa lima tahun mendatang kita butuh pemerintah yang didukung oleh DPR dan MPR yang kuat. Itu untuk mendukung visi Pak Jokowi 5 tahun ke depan,” ujar Agun.

Selain siap menerima hasil apa pun, kalah atau menang, kedewasaan demokrasi juga menuntut kita untuk mengedepankan sikap toleransi.

Bagi penulis buku ‘Hidup Sukses dengan Lima Jari’ ini, toleransi itu bukan memaksakan orang lain untuk menyesuaikan diri dengan kita. Sebaliknya, kita yang harus menyesuaikan diri dengan orang lain.

“Toleransi itu bukan membuat orang lain menyesuaikan diri dengan kita. Tapi kita menyesuaikan diri dengan orang lain,” pungkasnya.

Sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 dengan demikian haruslah menyudahi semua perdebatan yang selama ini terjadi baik secara daring maupun luring. Tidak ada lagi istilah ‘cebong’ maupun ‘kampret’, yang ada adalah Indonesia.