Sempat Putus Asa Masuk Islam, Namun Allah Berikan 1000 Kemudahan

SEORANG perempuan berjilbab merah syar’i dalam acara talk show “HIJRAH” yang diadakan komunitas mahasiswa Universitas Sanggabuana itu ternyata dahulunya seorang Katolik. Sebut namanya, Jesika Alaida. Gadis berwajah manis yang tinggal di Cinunuk, Cileunyi Bandung yang kini menjadi mahasiswi UIN Bandung semester II yang sedang konsen di jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
Keluarga Jesi mayoritas beragama Katolik, hanya ada beberapa orang yang sudah memeluk Islam diantaranya: bibi dari ayah Jesi masuk Islam ketika menikah, adik dari Ibu Jesi masuk Islam saat SMA kelas 1, kakek dan nenek dari Ibu Jesi pun masuk Islam saat bercerai. Sampai sekarang pun keluarganya masih tetap ajeg, sedangkan mahasiswi UIN ini tak kunjung diberi izin oleh orangtuanya. Qadarullah, dia berhasil mengucapkan kalimat syahadat saat kenaikan kelas 12 SMA, tepat 11 juni 2015.
Keinginan untuk berucap syahadat sebetulnya telah lama muncul, tepatnya sejak kelas 7 SMP. Bagaikan bayi, Jesi seringkali merengek-rengek pada ayahnya, seolah hanya dianggap angin lalu. Kadang Ayahnya tersulut api kemarahan, sampai bentakan dilontarkan demi bersikukuh akan penolakan. Jesi menerka, sebab penolakan itu karena ketidakpercayaan orangtua pada kesungguhannya.
Akibat keras penolakan ayahnya, timbul semacam traumatik. Jesi menjadi takut mengungkapkan apa pun kepada orangtuanya. Alhasil, Jesi sering keluar bermain dengan temannya untuk menghilangkan stres. Keyakinan dalam hatinya tak terekspresikan, jiwanya goyah, meronta mencari ketenangan. Namun, ketenangan tak kunjung didapatkan, sehingga yang ada adalah pelampiasan. Berbagai kegiatan sekolah dijalani, namun hanya eskul karate yang cocok di hati. Adegan memukul, menendang seolah menyalurkan emosinya.
Eskul karate ditinggalkan, kini rumah yang menjadi prioritasnya. Berdiam diri di rumah bukanlah alasan tak berkarya, aktivitas lebih banyak dicurahkan dengan menulis cerita. Saat itu hidupnya begitu flat dan sudah tidak kepikiran untuk masuk Islam. Ia pun selalu pergi ke Gereja tiap pekannya, namun sayang sama sekali tak memberinya ruh ketenangan.
Suatu ketika, kakak sepupunya masuk Islam. Tiba-tiba keinginan Jesi masuk Islam pun mencuat kembali. Kakak sepupunya sering mengahadapi pertanyaan yang dilontarkan Jesi. Jesi banyak bertanya tentang tata cara masuk Islam dan soal berkerudung. Namun jawaban kakak sepupunya tidak membuat Jesi puas, karena dia tahu bahwa kakak sepupunya belum berkerudung saat itu. Jesi klabakan dan mencoba mencari titik terang.
Namun, ternyata Allah memiliki rencana indah bagi hamba-Nya. Seminggu kemudian, Jesi hendak bertemu dengan teman SD-nya. Setiba Jesi di rumahnya, sang teman sudah rapi memakai pakaian syar’i. Jesi perhatikan cara berkerudungnya, kerudung berbentuk segi empat dan didoubel. Usai berkerudung rapi, temannya menuju ke sebuah masjid bernama Masjid Al-Hasanah untuk meminta izin mentoring. Awalnya Jesi menunggu di luar, namun akhirnya Jesi diajak masuk.
Pipinya merah jambu karena sadar diri akan pakaian yang dikenakannya, kaos pendek dan bercelana jeans. Teman Jesi meminta izin pada temannya, lalu tak jauh di sampingnya ada seorang murobbi. Jesi pun dikenalkan walau seolah dia merasa curiga dengan responnya yang seolah memicingkan mata. Wajahnya kecut, masam tanpa senyuman. Saat kejadian itulah, seolah muncul kepekaan pada dirinya. Kala temannya berjalan dengan pakaian syar’inya, langsung terbesit dalam hati,
“mungkin alasan murobbi itu bersikap seperti itu karena penampilan Jesi kali ya.”
Sepulang itu, rasa kepo Jesi tentang kerudung meninggi, jarinya refleks berselancar di dunia maya demi mencari bagaimana sebenarnya tata cara berkerudung yang baik dalam Islam. Karena, Jesi pun sering memperhatikan muslimah-muslimah di mesjid mengenakan kerudung berbeda-beda. Ada yang berkerudung pendek, panjang, bahkan ada yang berbelat-belit,“duh mana yang bener ya, ungkapnya penasaran kala itu.
Benarlah ajaran Islam yang menganjurkan kita untuk berbaik sangka. Tepat di hari senin, murobbinya teman Jesi mengajak untuk mentoring, akhirnya Jesi tertarik dan bersedia. Dari mentoring lah Jesi pertama kali belajar ilmu tauhid. Jesi juga diberi hadiah al-Qur’an dan buku Zakir Naik. Tapi entah mengapa, dia lebih tertarik pada al-Qur’an, sampai ngepoin kembali tentang kerudung, dan mengkaji ayat tetang hijab di surat al-Ahzab,“wah ternyata Islam itu keren ya, sampai masalah kerudung juga diatur tata caranya, harus panjang, menutupi dada, dan tidak boleh nerawang,” jelas Jesi detail dan terihat binar dalam matanya.
Seiring berjalannya waktu, selama Jesi rutin mentoring, banyak yang berubah dari dirinya khususnya iman Jesi semakin meningkat. Jesi memberanikan diri membeli rok, mukena, kerudung dan kaos kaki. Sempat dimarahi oleh Ibunya, namun Jesi tetap nekad. Ibunya heran dan mengatakan bahwa perubahan Jesi sangat ekstrim. Ibunya bahkan mengancam tidak akan mengizinkan Jesi mentoring lagi.
Satu pekan Jesi sudah langsung bisa hafal dan menguasai bacaan shalat. Seolah Allah memberinya kemudahan, kualitas Jesi dalam memahami Islam semakin meningkat, "Sampai Jesi punya niatan lagi untuk masuk Islam,” ungkapnya optimis.
Jesi mendesak kakeknya terus menerus supaya bisa membujuk ayahnya. Dan ternyata kakek mengaku sudah berkomunikasi dengan ayahnya lewat handphone, tapi tidak direspon. Mengetahui itu, Jesi dirundung pilu dan khawatir kekecewaan yang lalu terulang. Kegagalan terbayang dalam benaknya, dan sempat down. Namun, selang beberapa saat muncul kembali semangatnya, malah semakin membara.
Singkat cerita, akhirnya ayah Jesi mengizinkan dan suatu keajaiban yang menggembirakan terjadi, ayah Jesi hendak ikut masuk Islam. Meskipun saat itu waktu diundur-undur dan pelaksanaannya diputuskan sesudah lebaran. Tapi Jesi merengek, malah semacam memberi ancaman pada kakeknya. Dia mengancam, jika kakeknya tidak segera membantu, dia akan pergi ke masjid dimana pun letaknya untuk mengucapkan syahadat. Jesi pergi ke Mesjid alun-alun, tapi tiba-tiba handphonenya berdering dan ternyata kakeknya. Jesi dan kakeknya beradu pendapat. Namun, Kakeknya pun mengalah. Dengan kehendak Allah, waktu dipercepat dan hari kamis itu, tepat pada 15 Juni 2015 Jesi dan keluarganya mengucapkan kalimat syahadat.
Jesi berharap, saudara-saudara muslim kita akan semakin bertambah dan para pemuda kaum muslimin kita bisa menjadi tentara-tentara Allah yang tangguh bukan hanya karena fisiknya saja tapi karena keimanan dan ketauhidannya pula. Jesi pun berharap orang-orang peduli pada sesamanya karena lewat kepedulian seseorang bisa berdakwah,” pungkasnya tegas sambil tersenyum.