Nusaibah binti Ka'ab, Prajurit Muslimah Perisai Rasulullah SAW

MONITORDAY.COM - Anggapan bahwa perempuan hanya mengurusi wilayah domestik rumah tangga, tidak dibenarkan dalam Islam. Islam adalah agama yang menaruh perhatian terhadap pemeluknya. Laki-laki maupun perempuan memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah. Di zaman Rasulullah, perempuan bebas berkarir. Sebut saja, Asma binti Abu Bakar, beliau menjalani karir di kebun untuk memberi makan hewan ternak. Istri pertama Rasulullah, Ibunda Khadijah bahkan menjadi pengusaha terkenal di seantero Arab. Dan yang paling mengesankan adalah sebuah kisah dari perempuan karir dari kaum Anshor bernama Nusaibah binti Ka’ab.
Suatu hari, Nusaibah menginterupsi Rasulullah kemudian mengungkapkan pendapat kritisnya mengenai kedudukan perempuan, “Selalu kulihat segala sesuatu, yang ada hanya untuk laki-laki saja, dan tidak pernah wanita disebut-sebut.” (H.R. Tirmidzi)
Akibat celetukan Nusaibah tersebut, turunlah ayat, “Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (Q.S. Al-Ahzab ayat 35).
Ayat diatas jelas menerangkan bahwa perempuan tidak inferior (rendah) di sisi Allah. Selain Al-Ahzab ayat 35 banyak ayat lain yang menjelaskan hal tersebut, contohnya di dalam surah An-Nisa ayat 124, laki-laki dan perempuan yang beriman akan masuk ke dalam Surga. Sungguh mulianya agama kita, islam bahkan menempatkan perempuan di kursi yang terhormat, salah satunya menjadi madrasah yang melahirkan pejuang masa depan peradaban.
Diantara perempuan karir terbaik di zaman Rasulullah adalah Nusaibah binti Ka’ab atau yang akrab disapa Ummu Umarah. Ia merupakan pejuang yang tidak pernah absen dalam peperangan. Dengan keteguhan imannya, ia mengorbankan seluruh tenaga dan waktu untuk membantu peperangan, menjadi tenaga medis, koki dapur perang, bahkan diceritakan pula ia ikut memanggul senjata perang.
Ia bersama suami pertamanya, Zaid bin Ashim juga kedua anaknya, Abdullah dan Habib memutuskan untuk bergabung menjadi peserta dari 74 orang yang mengikuti baiat ‘aqabah kedua pada tahun 622 M. Peserta baiat yang merupakan penduduk Yatsrib atau Madinah ini bertolak menuju Mekkah untuk masuk islam dan bersumpah setia membela Rasulullah SAW dan agama.
Setelah Zaid bin Ashim meninggal dan syahid dalam perang, Nusaibah kemudian menikah lagi dengan Ghazyah bin Amr Al-Mazini An-Najjari dan dikaruniai seorang anak lagi bernama Khaulah. Ghazyah adalah salah seorang informan Rasulullah yang memberitakan bahwa akan ada dua perempuan yang berbaiat secara pribadi. Dua perempuan itu adalah Nusaibah binti Ka’ab dan Asma binti Amr.
Spirit Nusaibah dalam beragama selalu ia tunjukkan dengan partisipasinya menyokong kebutuhan logistik perang, ia memasok air untuk para tentara yang kehausan. Tak lupa, ia mendidik anak-anaknya untuk memperjuangkan agama dan mendorong mereka berperang bersama barisan tentara Rasulullah.
Hal paling berjasa yang Nusaibah perjuangkan untuk agama adalah melindungi Rasulullah SAW. Peristiwa ini terjadi saat perang uhud tahun 2 H. Mulanya, adik Abdullah bin Ka’ab ini, mendengar kabar buruk bahwa pasukan musuh mengincar Rasulullah untuk dibunuh. Hati Nusaibah terusik. Kelalaian pasukan muslim pada perang uhud menyebabkan kekacauan, sehingga nyawa Rasulullah terancam. Nusaibah dengan segenap keberaniannya sigap maju meninggalkan dapur dan beralih profesi menjadi tentara.
Nusaibah terprovokasi saat melihat Rasulullah tengah diserang pasukan quraisy. Kemudian ia mempersenjatai dirinya dengan pedang di tangan kanannya dan perisai di tangan kirinya. Tanpa rasa takut, ia menarik tali kekang kuda musuh dan diputuskannya dari leher kuda tersebut agar si penunggang jatuh. Anaknya, Abdullah bin Zaid kemudian bergabung melawan musuh, menghujani musuh dengan lemparan batu dan mereka tampil memasang badan menjadi tameng Rasulullah.
Sungguh mengagumkan, meski darah sudah memenuhi sekujur tubuhnya, ia tak urung mundur dari perlawanan. Ditambah dorongan doa dari Rasululllah, “Ya Allah jadikan Nusaibah dan anaknya menjadi temanku di surga.” Dengan tangguh ia maju bertarung melawan serangan Ibnu Qumai’ah. Ia merelakan tubuhnya terkena sabetan pedang. Ibnu Qumai’ah bertekad keras ingin membunuh Rasulullah, dengan tegas Qumaiah berkata, “Hari ini, kalau bukan aku yang mati, Muhammad yang mati.” Hati Nusaibah tidak bisa tenang setelah mendengar tekad jahat Ibnu Qumai’ah. Ia mengencangkan kembali semangat dan bangkit. Di tengah kekalutan itu, yang dipikirkan Nusaibah hanya Rasulullah SAW, “Aku sudah meninggalkan urusan duniawi”, teriaknya.
Rasulullah menyaksikan langsung kepahlawanan Nusaibah, kepada Umar bin Khattab Rasul bercerita, “Kemanapun dia (Nusaibah) berbelok, entah ke kanan atau ke kiri, aku melihat Ummu Umarah berjuang.” Berkat aksi heroik Nusaibah, Rasulullah terselamatkan dari niat buruk musuh yang ingin membunuhnya.
Tak berhenti sampai situ, sepeninggal Rasulullah, dibawah kepemimpinan khalifah Abu Bakar As-Shiddiq, Nusaibah kembali tampil mengisi barisan pasukan muslim dalam melawan gerakan murtad yang dipimpin nabi palsu, Musailamah Al-Kadzab. Nusaibah bersikeras ingin membunuh Musailamah dengan tangannya sendiri. Ia tak kenal lelah berjuang hingga tangannya terpotong, “Tanganku terpotong dan aku ingin membunuh Musailamah, aku tidak akan berhenti sampai orang kotor itu terbunuh.” Akhirnya, Wahsyi dan Abdullah anaknya-lah yang berhasil memenuhi keinginan Nusaibah membunuh si nabi palsu.
Tak ada muslimah yang berani kecuali ia yang memasang tubuhnya untuk menjadi perisai Rasulullah. Nusaibah adalah yang paling terbaik dari kaum perempuan anshor. Kepahlawanannya dalam melindungi Rasulullah pantas dihargai. Dan tak ada balasan yang pantas selain menjadi teman Rasulullah di Surga.
Keberanian Nusaibah binti Ka’ab wajib diteladani muslimah hari ini. Tidak hanya menjadi seorang istri dan ibu, ia mampu berkarir dalam agamanya dan banyak berkontribusi demi perjuangan dakwah islam. Ia bukanlah sosok cengeng dan lemah, ketangguhannya membuat ia menjadi sorotan umat muslim seluruh dunia, bahkan kematiannya disambut ribuan malaikat. Surga adalah sebaik-baik balasan atas dedikasinya.