Sebulan Dilantik, Pengamat Kebijakan Publik : Kinerja DPRD DKI Lambat

Meski sudah sebulan lebih berselang, pasca pelantikan anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 pada 26 Agustus 2019 lalu, kinerja legislator Jakarta belum terlihat maksimal.

Sebulan Dilantik, Pengamat Kebijakan Publik : Kinerja DPRD DKI Lambat
Gedung DPRD DKI Jakarta (Fhoto/Net)

MONITORDAY. COM - Meski sudah sebulan lebih berselang, pasca pelantikan anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 pada 26 Agustus 2019 lalu, kinerja legislator Jakarta belum terlihat maksimal. Terlebih lagi, banyak kebijakan yang seharusnya sudah mulai dibahas dan diputuskan, seperti APBD 2020 dan pemilihan wakil gubernur masih belum terlihat ujungnya. Kinerja DPRD DKI lambat, kurang responsif pada kebutuhan dan tidak tanggap terhadap persoalan.

Menurut Direktur Eksekutif Lima Political and Communication Strategies, Andi Anggana, progres kerja yang dilakukan para anggota DPRD DKI Jakarta belum membahas kebutuhan dasar pembiayaan di mata anggaran APBD DKI 2020.

“Pembahasan ini dibutuhkan, mengingat saat ini sudah masuk bulan Oktober. Jika terlalu lama, bagaimana membahas secara detail anggaran yang ada?” tanya Andi Anggana dalam siaran persnya, Jum'at (4/10).

Alumni FISIP UIN Jakarta ini mendorong agenda pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) - Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) 2020 harus segera dikebut.

“Semua anggota dewan harus memperhatikan ini. Jangan cuma dibicarakan dipublik, tapi dorong secara internal, lakukan lobi-lobi ke tiap anggota dewan yang lain secara lintas fraksi untuk membahas ini. Ini hampir Rp 96 triliun loh, sangat besar!” kritiknya.

Jika pembahasan APBD 2020 terlambat dibahas, kata Andi, dapat mengakibatkan anggaran yang disahkan nantinya, besar kemungkinan tidak cermat dalam bentuk poin-poin detail pembiayaan. “Ini berakibat fatal, bisa boros kalau tidak cermat dan terlalu buru-buru. Hasilnya tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Rakyat yang rugi,” ujarnya melihat dampak yang kemungkinan terjadi jika pembahasan APBD molor.

Dalam catatan Andi, persoalan lain yang belum usai, dan bisa mengganggu kinerja Pemprov DKI Jakarta adalah memilih wakil gubernur. Dampaknya, menurut Andi, semua tugas menjadi beban Gubernur, bahkan yang seharusnya dapat diwakilkan dalam kegiatan tertentu, menjadi persoalan dikemudian hari. “106 anggota DPRD DKI harus menunjukkan performanya. Dalam bentuk musyawarah seharusnya dapat diselesaikan. Jangan terlewat, sementara, tugas didepan menumpuk banyak!” katanya.

Analis kebijakan publik ini menilai, publik sebenarnya masih memiliki harapan terhadap DPRD DKI dalam membuat perubahan, khususnya kebijakan anggaran yang berorientasi meningkatkan hajat hidup warga Jakarta. “Publik DKI Jakarta masih optimis, karena belum lama memilih wakilnya di DPRD DKI, jadi masih ada harapan yang besar. Hanya saja, harapan ini perlu diwujudkan dalam bentuk implementasi, bukan sekadar ramai diperbincangan wacana,” tuturnya mengakhiri.