Saatnya Genset Berbasis Baterai

Sebagian besar pembangkit listrik dioperasikan dengan baterai (beberapa bahkan dapat diisi ulang menggunakan energi matahari), sedangkan sumber tenaga gas umumnya dikenal sebagai generator. Selama ini konsumen Indonesia lebih akrab dengan genset berbahan bakar solar. Bahkan terkadang orang cukup menyebut diesel untuk menunjuk pada genset jenis ini.

Saatnya Genset Berbasis Baterai
power bank PLN/ net

MONDAYREVIEW.COM - Sebagian besar pembangkit listrik dioperasikan dengan baterai (beberapa bahkan dapat diisi ulang menggunakan energi matahari), sedangkan sumber tenaga gas umumnya dikenal sebagai generator. Selama ini konsumen Indonesia lebih akrab dengan genset berbahan bakar solar. Bahkan terkadang orang cukup menyebut diesel untuk menunjuk pada genset jenis ini.

Biasanya genset konvensional lebih besar ukurannya. Meski ada beberapa model bertenaga gas yang lebih portabel layaknya generator berbasis baterai, seperti generator inverter merek tertentu yang kini mulai marak dipasarkan.

Menteri BUMN Erick Thohir berharap sejumlah genset PLN yang saat ini menggunakan bahan bakar minyak nantinya bisa diganti dengan power battery sebagai dampak dari infrastruktur baterai kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV) battery.

Meskipun generator gas biasanya lebih murah dan memberikan lebih banyak energi untuk jangka waktu yang lebih lama, generator tersebut cenderung berisik dan hanya dapat digunakan di luar, jarak yang aman dari rumah Anda, untuk mencegah gas buang karbon monoksida masuk ke dalam.

Generator gas adalah solusi yang bagus untuk memulihkan daya sementara selama pemadaman, tetapi generator — ditambah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menjalankannya — bisa merepotkan untuk melakukan perjalanan berkemah.

Pembangkit listrik yang dioperasikan dengan baterai seringkali lebih mahal, tetapi juga memiliki banyak manfaat. Mereka lebih ramah lingkungan — terutama bila didukung oleh panel surya — tidak berisik, dan dapat digunakan dengan aman di dalam ruangan.

Biasanya tersedia dalam berbagai ukuran, jadi konsumen bisa mendapatkan paket yang lebih kecil dan lebih portabel untuk perjalanan berkemah singkat atau sehari di tepi danau. Namun, agar stasiun baterai menjadi sekuat generator gas, konsumen harus mengeluarkan banyak uang — sering kali lebih dari $ 1.000. Sementara baterai ini dapat diisi ulang, bersiaplah untuk menunggu hingga atau lebih dari 8 jam untuk mengisi daya.

Sebelum konsumen berinvestasi dalam paket daya portabel, pikirkan untuk apa konsumen akan menggunakannya. Ini akan menentukan berapa watt yang konsumen butuhkan. Misalnya, jika konsumen ingin memberi daya pada perangkat kecil, seperti ponsel atau speaker portabel, konsumen dapat menggunakan paket yang menyediakan daya sekitar 100 watt.

Tetapi jika konsumen menginginkan daya cadangan darurat untuk perkakas atau perkakas kecil, seperti lemari es mini, Anda membutuhkan sesuatu yang lebih baik. Sebagian besar perkakas listrik berkisar antara 200 hingga 2.000 watt, dan peralatan dapur seperti hot plate atau lemari es biasanya berfungsi sekitar 500 hingga 800 watt. Bandingkan nilai watt elektronik konsumen dengan pembangkit listrik yang ingin konsumen beli.

Turunan daripada EV battery ini khususnya buat PLN nanti yang namanya sejumlah genset menggunakan sumber daya minyak, itu nantinya bisa diganti dengan power battery, ujar Erick Thohir dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin.

Menurut Erick, nantinya listrik diganti listrik sehingga tidak perlu lagi menggunakan minyak di mana genset-nya berupa power battery yang bisa menyimpan listrik.

Hal ini tentunya merupakan sebuah bisnis model yang baru yang diharapkan.

Apakah itu nanti ada infrastruktur untuk kendaraan listrik yang sudah kita bicara bahwa kita sedang membuat konsorsium antara PLN, Pertamina dengan Inalum supaya kita bisa masuk dari hulu sampai dengan hilir, kata Menteri BUMN tersebut.

Hal ini penting karena Kementerian BUMN ingin menjaga pasar EV Battery di Indonesia.

Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir melakukan penjajakan kerja sama dengan pemerintah Jepang dan kalangan bisnisnya, salah satunya adalah terkait electric vehicle (EV).

Di sektor energi terbarukan, proyeksi Indonesia yang akan menjadi pusat industri baterai lithium untuk electric vehicle (EV) berkat kekayaan cadangan nikelnya menjadi daya tarik perusahaan otomotif internasional di Jepang untuk menjajaki kerja sama strategis. Nikel menjadi modal untuk pengembangan supply chain EV battery dari hulu ke hilir.

Menurut Erick, sejak pemerintah Indonesia mengambil kebijakan hilirisasi industri minerba, salah satunya fokus untuk mengembangkan industri EV battery, banyak perusahaan internasional yang ingin menjajaki kerjasama dengan Indonesia. Korea dengan LGChem, Cina dengan CATL, dan sekarang Jepang dengan Toyota dan Panasonic adalah perusahaan yang berkeinginan untuk investasi di EV battery