Ridwan Kamil Targetkan 10 Tahun Mendatang Jabar Jadi Pusat Investasi di ASEAN

MONITORDAY.COM - Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil menargetkan wilayahnya bisa menjadi pusat investasi se-ASEAN dalam waktu 10 tahun mendatang.
Terkait hal ini, Ridwan Kamil menyebutkan, angka target tersebut realistis, sebab 60 persen industri di dalam negeri memilih Jabar untuk menanamkan modalnya.
Apalagi, investor yang sebelumnya pindah dari Jabar kembali ke Jabar karena produktifitas manusia atau tenaga kerja lebih baik.
"Makanya targetnya kami tidak mau lagi jadi juara Indonesia. Jawa Barat saya visikan dalam 10 tahun (menjadi) pusat investasi se-ASEAN. Jadi naik kelas targetnya kira-kira, salah satunya adalah pengembangan di kawasan utara," kata Ridwan Kamil saat menghadiri peresmian Ground Breaking Lido World Garden, Rabu (8/9/2021).
Mantan Wali Kota Bandung ini menyebutkan, investasi yang masuk ke Jabar sepanjang semester I 2021 mencapai Rp 70 triliun. Dengan demikian, investasi itu mampu menciptakan 60.000 lapangan pekerjaan.
Sedangkan masuknya investasi di masa pandemi Covid-19 ini membuat tingkat pengangguran sudah setara dengan tingkat sebelum pandemi. Saat pandemi, tingkat pengangguran meningkat sekitar 10 persen sebelum akhirnya kembali menurun ke kisaran 8 persen.
Mengingat, investasi menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa Barat.
"Kami tumbuh 6,13 persen (yoy) di semester I. Tahun lalu -4 persen. Ekonomi Jawa Barat saya laporkan, dari 4 mesin ekonomi, investasi, ekspor, daya beli masyarakat, dan government spending, investasi Jawa Barat selalu nomor 1 sudah 3 tahun berturut-turut," tutur Ridwan Kamil.
Pria yang akrab disapa Kang Emil ini mengaku, pihaknya sempat melakukan survei kepada para investor yang menanamkan modal di wilayahnya. Melalui survei tersebut, investor berpendapat Jabar memiliki tiga keunggulan.
Keunggulan pertama merupakan Infrastruktur yang lebih baik dibanding wilayah lain, mulai dari akses jalan tol, pelabuhan, dan kereta cepat.
Selanjutnya, SDM yang dianggap lebih produktif, selevel dengan Vietnam dan Thailand. Lalu, alasan terakhir adalah perizinan mengajukan investasi.
"Ada investor sempat pindah ke provinsi lain, balik lagi ke sini karena lebih murah UMR-nya tapi produktifitas 0,6. Akhirnya dia (investor) lagi proses nego lagi," pungkas Ridwan Kamil.