Rekonsiliasi Hanya Ilusi, Jika Kita Terus Membenci
Akankah kita 11, 12 dengan Donald Trump yang membangun “tembok” pemisah antara kita dan mereka.

MONDAYREVIEW.COM – Simaklah media sosial kita hari-hari ini. Hari-H pencoblosan Pilkada DKI Jakarta telah usai pada 19 April 2017, namun bara konflik itu masih menganga. Sudah siapkah para pendukung kandidat Anies-Sandi untuk bijak berdemokrasi kala menang? Sudah siapkah para pendukung Ahok-Djarot untuk legowo kala kekalahan menjadi fakta yang tertera?
Seperti lazimnya ketika kontestasi pemilihan umum telah usai, maka semestinya rekonsiliasi menjadi agenda bersama. Dikarenakan kompetisi telah usai, pihak Anies-Sandi dan pihak Ahok-Djarot pun telah memberikan pernyataan. Maka mengimajinasikan skenario yang tidak-tidak serta imajinasi liar tumbangnya negara Pancasila di Jakarta merupakan hal yang kontraproduktif. Mari menerima pilihan rakyat Jakarta dan tak perlu lagi melontarkan kata-kata provokatif yang melukai hati.
Rekonsiliasi hanya ilusi, jika kita terus membenci. Apabila kita masih memandang pihak yang berbeda pilihan politik sebagai si antagonis, si bodoh, maka itulah tandanya kebencian masih membara.
Jika Donald Trump masih berkeras untuk membangun tembok perbatasan antara Amerika Serikat dan Meksiko, hal itu tak terlepas dari sikap paranoid yang menghinggapinya. Akankah kita 11, 12 dengan Donald Trump yang membangun “tembok” pemisah antara kita dan mereka. Kita dan mereka yang dikategorikan sebagai pilihan politik yang berbeda. Jika itu yang terjadi jangan-jangan kita sendirilah yang sedang mengoyak semangat Bhinneka Tunggal Ika karena belum siap menjadi warga negara yang baik dalam melakoni demokrasi substansial. Akankah kita menang jadi arang, kalah jadi abu?