Ragam Upaya Meningkatkan Minat Baca Masyarakat Indonesia
Badan Bahasa telah melakukan berbagai terobosan untuk mendukung Gerakan Literasi Nasional

MONDAYREVIEW.COM – Ragam cara dilakukan untuk meningkatkan minat baca rakyat Indonesia. Dalam lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diantaranya hal itu ditempuh melalui Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Impelementasi dari peraturan tersebut yakni Gerakan 15 Menit Membaca. Selama 15 menit, siswa diharapkan membaca buku non teks pelajaran. Selain itu, Gerakan Literasi Nasional juga terus dikembangkan.
Gerakan Literasi Nasional (GLN) merupakan salah satu program prioritas Kemendikbud untuk meningkatkan budaya literasi warga agar berdaya saing tinggi menghadapi tantangan era abad 21. GLN dilakukan serentak pada hampir semua satuan kerja di lingkungan Kemendikbud dan melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari pegiat literasi, budayawan, perguruan tinggi, sampai kementerian lain, lembaga, dan dunia usaha. Kegiatan GLN difokuskan pada upaya meningkatkan daya literasi dasar siswa, keluarga, dan masyarakat yang meliputi bahasa, berhitung, finansial, sains, digital, budaya, dan kewarganegaraan (Forum Ekonomi Dunia, 2015).
Keikutsertaan elemen masyarakat serta pegiat literasi diantaranya diungkap Gol A Gong yang aktif mengelola sanggar Rumah Dunia di Serang, Banten yang menyatakan masyarakat telah bergiat untuk meningkatkan minat baca.
“Masyarakat secara luas sudah membantu program pemerintah dengan taman bacaan dan komunitas literasi bisa mengakses buku-buku itu dengan gratis,” kata Gol A Gong saat ditemui di Festival dan Lomba Literasi PKLK 2017.
Sementara itu Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kemendikbud, Dadang Sunendar mengatakan belum semua sekolah menerapkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 secara utuh, antara lain karena keterbatasan sarana perpustakaan dan bahan bacaan bagi para siswa.
Badan Bahasa telah melakukan berbagai terobosan untuk mendukung Gerakan Literasi Nasional (GLN) melalui peningkatan budaya membaca, antara lain melalui penyediaan bahan bacaan cerita rakyat sebagai pendamping buku utama.
“Sebagai contoh, tahun lalu kami sudah menerbitkan 170 buku cerita rakyat untuk kategori SD, SMP, dan SMA/SMK. Keberadaan buku-buku cerita ini diharapkan mampu mengurangi kekurangan bahan bacaan di sekolah, keluarga, dan masyarakat,” ujar Dadang Sunendar yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud.