PLN Wacanakan Ganti Rugi, Mukhaer Pakkanna: Harakiri Harus Dikontekstualisasi dalam Budaya Indonesia

Untuk menutup kerugian akibat kompensasi yang harus dibayarkan PLN terhadap 21,9 juta pelanggan yang terdampak gangguan pemadaman listrik serentak pada Minggu (4/8) lalu, PLN wacakan akan memotong gaji karyawan dan direksi.

PLN Wacanakan Ganti Rugi, Mukhaer Pakkanna: Harakiri Harus Dikontekstualisasi dalam Budaya Indonesia
Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB AD) Mukhaer Pakkanna/Foto: Ist

MONITORDAY.COM –Untuk menutup kerugian akibat pemadaman listrik serentak Minggu (4/8) kemarin, PT PLN (Persero) disebut akan memberikan kompensasi terhadap 21,9 juta pelanggan dengan melakukan pememotongan gaji karyawan dan direksi.

Menanggapi rencana tersebut, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB AD) Mukhaer Pakkanna mengatakan jangan hanya pegawai yang dikorbankan, tetapi Pimpinan PLN dan Menteri BUMN juga harus ikut bertanggung jawab.

“Jangan pegawai semata yang dikorbankan. Tetapi Pemimpin PLN dan Menteri BUMN harus bertanggung jawab,” kata Mukhaer melalui pesan singkat kepada Monitorday.com, Rabu (7/8).

Kemudian, dia mencontohkan kasus di Taiwan, padamnya llistrik sekitar 5 jam pada Selasa (15/08/2017) mengakibatkan Kota Taipei dan 14 kota lainnya gelap gulita. Kerugian yang diakibatkan sebesar 37,5 milyar.

“Hal itu membuat Menteri Ekonomi Taiwan, Lee Chih-Kung mundur dan diikuti pemimpin perusahaan gas Taiwan CPC Corp,” katanya.

Selain itu, dia juga mencontohkan kasus yang teradi di Korea Selatan pada tahun 2011 yang terjadi blackout 30 menit yang memicu 2 juta rumah tangga gelap gulita.

“Hasil survei menyebutkan karena faktor ‘kesalahan perhitungan’. Akibatnya Menteri Ekonomi Korsel, Choi Joong-Kyung mundur,” ujar Mukhaer.

Mencontoh dari negara-negara tersebut, menurut Mukhaer pihak yang bertanggung jawab adalah pimpinan PLN, terutama Direktur Utama dan Menteri BUMN.

“Mereka harus mundur. Kalo pun karyawan dikenakan sanksi, jagan gajinya tetapi insentif, bonus dan lain-lain, terutama karyawan level menengah.

Lebih lanjut, menurutnya budaya harakiri harus dikontekstualisasi dalam budaya Indonesia. Jepang maju karena adanya kejayaan Samurai yang membawa dua bilah pedang. Yang satu pedang katana untuk misi kemenangan, dan pedang yang kedua jika gagal harus harakiri.

“Harus adan rasa malu kalau gagal, alias tidak amanah,” tutupnya.