Pilihan Berdakwah bagi Muslim Milenial (1)
Semua orang tahu, bahwa Islam itu agama yang 'rahmatan lil alamin' (rahmat bagi seluruh alam). Sebagai seorang muslim kita punya tugas untuk berdakwah atau dengan kata lain mengajak orang untuk melakukan kebaikan dan mencegah dari pada kemungkaran. Karena tugas itu datang dari narasi agama, maka tentu saja dakwah menjadi tugas suci bagi seluruh umat Islam. Termasuk kaum muslim millenial.

ISLAM adalah agama yang 'rahmatan lil alamin' (rahmat bagi seluruh alam). Agama yang memberi edukasi lahir dan bathin kepada seluruh umatnya, dan menjadi bias positif bagi umat lainnya. Demikian sejatinya landasan gerak dan dakwah Islam yang sebenarnya.
Siapa pun orangnya, tidak tebang pilih, laki-laki, perempuan, pejabat, petani, pedagang, atasan, bawahan, alas muslim, mereka memiliki kewajiban untuk berdakwah. Karena tugas itu datang dari narasi agama, maka tentu saja dakwah menjadi tugas suci bagi seluruh ummat Islam. Singkatnya, dakwah adalah hal penting bagi seorang muslim.
Meski tentu saja, model, corak, maupun cara berdakwah itu sendiri bisa berbeda satu sama lain tergantung latar belakang dan kompetensi yang dimiliki. Praktisi dakwah/para da’i biasa membagi dakwah dengan tiga metode dakwah, Bil Lisan (dengan Ucapan), Bil Qolam (dengan Tulisan), dan Bil Hal (dengan Perbuatan atau Pemberdayaan).
Dakwah bil Hal (dengan perbuatan) tentu saja menjadi tingkatan yang paling luhur dan mulia, karena tingkat kesulitannya yang tinggi jika dibandingkan dengan kedua ragam dakwah lainnya. Lihat saja bagaimana, misalnya seorang tokoh besar, yang kerap dijuluki Man of Action, Kyai Haji Ahmad Dahlan (alias Darwis), pndiri organisasi besar Muhammadiyah yang sampai detik ini menjadi organisasi yang tetap eksis dan punya pengaruh kuat terhadap kemajuan bangsa Indonesia.
Semasa hidupnya, Kyai Dahlan dikenal banyak melakukan dakwah bil hal di Jogjakarta tempatnya tinggal. Maka wajar, jika kita jarang sekali menemukan literatur, atau peninggalan berupa tulisan-tulisan Kyai Dahlan sampai saat ini. Nyatanya Dakwah bil hal memang jauh lebih berat. Kyai Dahlan, bahkan pernah dicap sebagai Kyai Kafir, karena menggunakan celana produk penjajah (Belanda). Bahkan menjadi seorang pengajar di sekolah-sekolah Belanda.
Kedatangan Kyai Dahlan dianggap sebagai sumber masalah terhadap tatanan kebudayaan dan keberagamaan di Jogjakarta dengan ilmu yang telah didapatkannya dari pengembarannya ke Timur Tengah. Puncaknya, Kyai Dahlan, karena dakwah bil hal yang dilakukannya, mulai dari meluruslan arah kiblat Masjid Keraton, mengajarkan anak-anak dengan menggunakan instrumen alat musik biola, bahkan melarang ritual-ritual yang tidak diajarkan oleh Allah Swt. dan Rasulullah saw., atau biasa disebut dengan TBC (Takhayul, Bi'dah, dan Khurafat).
Walhasil, Kyai Dahlan mengalami peristiwa yang tragis, rumahnya dibakar oleh masyarakat yang merasa tidak senang karena kebenaran yang selama ini mereka yakini, meskipun sesat, kemudian diobrak abrik oleh paham seorang pemuda terpelajar dari Timur Tengah, Kyai Dahlan.
Begitulah, kira-kira, contoh dari dakwah bil hal (dengan perbuatan). Kesabaran seorang da'i tentu saja diuji oleh kemungkaran di sekitarnya. Seorang pejabat yang lurus diuji oleh pejabat lain yang berwatak jahat, dan korup. Seorang pedagang diuji oleh pedagang lain yang melakukan kecurangan, pesugihan. Bahkan seorang millenial, juga kerap kali diuji dengan bertebarannya ujaran kebencian, tarik menarik isu, kebohongan, hoax dan semacamnya.
Pilihannya kemudian, mengikuti kemungkaran, atau tetap berpegang teguh pada ajaran luhur keagamaan, melakukan amar ma'ruf, dan sama sekali tidak ikut terpengaruh pada tipudaya mereka.