Pidato Jokowi Soal Bipang, Hanya Sebatas Persepsi Publik

Pidato Jokowi Soal Bipang,  Hanya Sebatas Persepsi Publik
Pakar komunikasi politik, Lely Arrianie (Dok: Monitorday.com)

MONITORDAY.COM - Apa yang salah pada kata Bipang Ambawang yang disampaikan Jokowi dalam pidatonyo. Sebagai  bagian dari komunikasi publik, respon terhadap pidato itu semata-mata terkait persepsi publik.

Hal ini disampaikan oleh Pakar Komunikasi Politik, Lely Arrianie kepada Monitorday.com, Senin (10/5/2021).

Menurut Lely, mungkin teksnya tidak salah tapi konteksnya keliru atau konteksnya tidak salah dan teksnya lah yang salah. Lalu kognisi sosial yang beragam menjadikan istilah Bipang menjadi "pesan komunikasi politik yang multitafsir.

"Jika kita ingin menarik sesuatu yang bersifat positif, bisa jadi istilah "bipang" tanpa "ambawang" bukanlah sesuatu yang tabu," akui Lely.

karena di beberapa daerah "kata bipang" adalah sejenis makanan cemilan yang  terbuat dari beras atau jagung yang memiliki tekstur keras dan berasa manis.
 
Selanjutnya, boleh jadi saat lebaran biasanya yang datang kerumah bukan hanya muslim. Tapi bisa  dari teman, tetangga dan saudara yang  Nasrani, Budha atau Hindu.

Jadi. jika "Bipang Ambawang" adalah asosiasi makanan yang diharamkan dalam  masyarakat Muslim. Bisa juga makanan itu dipesan  tapi dikirimkan langsung ke alamat teman, tetangga dan saudara yang beragama selain Islam.

Tapi jika ditarik  ke persepsi negatif. Maka  seolah ada kelemahan dalam komunikasi publik dan politik Jokowi terkait naskah pidato yg dinarasikannya. Kejadian ini berulang dan berbeda konteks sehingga menyebabkan Jokowi seolah dibawa kedalam pusaran pemikiran tim komunikasi politiknya yang  tidak memahami teks, konteks dan kognisi sosial dari pesan politik yg disampaikan Jokowi.

"Ada persepsi soal kesengajaan juga soal kecerobohan. Semuanya kembali ke Presiden Jokowi," cetus Lely.

Jikalau poin kesengajaan yang terjadi, maka Jokowi harus menimbang ulang kapasitas juga kualitas dan integritas timnya.

Tapi jika terkait kecerobohan. Jokowi harus legowo mengakui kekhilafannya  terkait penggunaan istilah yang tidak sesuai konteks dan kognisi sosial dalam teks pidatonya itu.

Meski sebagian persepsi bisa juga mengartikannya dalam persepsi berbeda ..

"Sekaligus ini semua mengukuhkan bahwa " berkomunikasi politik itu " kini makin sulit  tak bisa dipersepsi linier karena telah bergeser kearah yang bersifat interaksional,  sirkuler,konfergen bahkan transaksional.