Pers Cermin Kemajuan Bangsa?

MONITORDAY.COM - Media massa atau pers memiliki peran amat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui pers, informasi, pandangan, gagasan dan wacana saling bertukar dan berkelindan. Itulah kenapa kemajuan media massa jadi ‘cermin kemajuan’ masyarakat suatu bangsa.
Pers bahkan dianggap pilar keempat dalam penegakkan demokrasi di sebuah negara. Karena menjamin kebebasan menyampaikan pendapat dan informasi. Pers juga diharapkan mampu menyebarkan informasi yang terpercaya dan bertanggungjawab.
Seperti itulah idealnya pers. Sayangnya, posisi pers saat ini malah menjadi marginal.
Tersisih oleh hadirnya new media, yang hadir dalam bentuk media sosial dan turunannya. Penyampaian informasi maupun siaran live pun tak mesti lewat pers/media massa.
Persoalan ini bahkan sempat mampir ke meja hijau, namun kemudian mental dan isunya redup kembali. Poin gugatannya adalah adanya anggapan bahwa pengaturan penyiaran berbasis internet dalam UU Penyiaran Pasal 1 dan 2 bersifat ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum.
Kalau harus jujur, saya juga merasakan hal yang sama. Ambigu, dan lebih lanjut menggerogoti peran sentral pers kita. Tapi sepertinya ini butuh perjuangan panjang, sepanjang perjuangan para aktivis lingkungan hidup dalam mengarusutamakan green economy. Entah kenapa keduanya amat sulit diperjuangkan. Padahal bencana alam terjadi dimana-mana.
Kembali soal posisi dan peran pers yang sudah kalah oleh media sosial dalam penyampaian informasi. Tak dapat dipungkiri, ini karena perkembangan teknologi dan tingginya minat masyarakat menggunakan media sosial. Peran pers pun tak lagi sekuat dahulu.
Pers harus diakui juga lambat merespon perkembangan dunia digital. Akibatnya tidak sedikit perusahaan pers yang harus undur diri dan menutup lembaran bukunya. Sebaliknya, new media hadir dan cepat berkembang dalam berbagai bentuk khususnya media sosial. Kehadirannya sangat memberi dampak terhadap pengguna. Ketimbang mengisi acara atau menulis di media massa, orang saat ini lebih memilih menyalurkannya lewat media sosial.
Antara narasi-narasi yang membangun demokrasi maupun ujaran kebencian dan permusuhan di media sosial menjadi lebih berisik dan campur aduk. Banyak peristiwa politik, sosial, ekonomi bahkan agama yang menjadi besar dimulai dari kanal-kanal di media sosial.
Perlu ada banyak pihak, yang memberikan narasi alternatif, keteladanan, uswatun hasanah di ruang-ruang digital. Pers yang memiliki kapasitas, SDM, dan tentu saja juga secara kelembagaan diakui negara sejatinya harus mengambil peran tersebut. Tentu saja ini dibutuhkan aturan yang ketat terkait siapa saja yang boleh dan bisa menyampaikan informasi di dunia digital. Negara harus betul-betul hadir.
Tak dapat dipungkiri pula, jika negara saat ini telah menjamin memberikan insentif kepada industri media. Ada 7 poin insentif yang diberikan; diantaranya soal pajak, BPJS dan yang cukup penting instruksi penyaluran iklan kementrian kepada perusahaan media massa.
Soal saluran iklan ini menjadi penting, karena menyangkut masa depan kehidupan inudstri media tanah air. Ketimbang diberikan pada para buzzer atau influencer secara personal, lebih baik diberikan pada perusahaan pers yang jelas-jelas menghidupi banyak keluarga.
Hal penting lain disamping 7 insentif yang disepakati tersebut adalah seperti yang disinggung di depan, yaitu garis atau aturan yang jelas tentang peran media sosial dan media massa.
Memang ada begitu banyak portal berita atau jurnal online yang terintegrasi dengan sosial media, namun kurang memiliki kepedulian tentang pentingnya membangun keadaban digital. Banyak media hari ini, tunduk pada kehendak pasar ketimbang kehendak moral dan spirit membangun bangsa.
Baik suara sunyi ataupun nyaring di sosial media kerap berubah menjadi kontraproduktif bila tidak dikelola dengan tepat. Saat narasi negatif berkembang dan mendeskriditkan seseorang, sikap diam akan mengeskavasi jejak digital kita. Temali emosi membentuk jejaring pembenaran di media sosial.
Pun demikian sebaliknya jika kita terlalu vokal namun minim data. Temali emosi melahirkan sentimen publik yang sangat kuat. Disinilah pentingnya mengelola atau bahkan memenangkan narasi di ruang-ruang digital.
Selamat Hari Pers Nasional. Semoga jadi momentum untuk merebut kembali ‘cermin kemajuan’ itu.