Mampukah Indonesia Memimpin G-20?

Mampukah Indonesia Memimpin G-20?

KONFERENSI Tingkat Tinggi G-20 di Roma, Italia, mengesahkan presidensi Indonesia untuk tahun 2022. Prosesi serah terima dihadiri oleh Presiden Joko Widodo pada 31 Oktober 2021, dan mulai berlaku efektif sejak 1 Desember 2021 – 30 November 2022. Ini merupakan kepercayaan sekaligus tanggung jawab besar bagi Indonesia untuk terlibat menentukan desain tata kelola pembangunan dan perekonomian global.

G20 sendiri merupakan forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). Kekuatan negara-negara G20 sangat besar. Merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, 80% investasi global, dan 85% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Meskipun telah dibentuk sejak 1999 atas inisiatif negara G-7, tetapi peranan G-20 mengemuka dalam penanganan krisis keuangan global pada 2008. Saat itu, keadaan ekonomi dunia memang sedang genting. Bahkan di sejumlah negara, terutama Amerika Serikat dan Eropa krisis ini memicu gerakan sosial yang meluas mengkritik kebijakan-kebijakan penanganan krisis lewat pengetatan fiskal dan moneter yang dianggap memberatkan.

Di Amerika misalnya, muncul gerakan sosial yang menamakan dirinya “Occupy Wall Street.” Sebuah gerakan protes yang melibatkan mahasiswa, buruh, keum feminis, aktivis lingkungan, tokoh agama, dll menentang kebijakan-kebijakan neoliberalisme dalam penanganan krisis. Berkat kemajuan teknologi informasi, gerakan ini berkembang secara internasional dan melahirkan gerakan serupa di banyak negara.

Tak pelak, G-20 memainkan peran utama dalam mengoordinasikan kebijakan di tingkat global. Tekanan yang kuat muncul agar negara anggota G-20 memainkan peran penting untuk menyiapkan paket stimulus fiskal dan moneter yang kuat, mendorong reformasi lembaga keuangan internasional seperti Lembaga Moneter Internasional dan Bank Dunia, mengurangi beban utang, dan menghasilkan agenda kongkret menyelesaikan isu-isu pembangunan global lain seperti kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, kerusakan lingkungan hidup, dan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Tuntutan ini mudah dipahami. Anggota G-20 merupakan pemain kunci dalam organisasi-organisasi internasional. Pemilik mayoritas saham dan voting power di Bank Dunia dan IMF, mendesain perjanjian perdagangan multilateral lewat WTO, hingga memiliki andil penting pencapaian target penurunan emisi karbon maupun SDGs. Singkatnya, negara G-20 bukan saja forum dialog dan koordinasi, tetapi menentukan maju-mundur, baik-buruk tata kelola pembangunan internasional.

Presidensi Indonesia

Serangkaian pertemuan G-20, baik pertemuan tingkat menteri, deputi, bisnis, pemuda, dan masyarakat sipil yang berujung pada tingkat kepala Negara pada 2021 dilakukan ketika dunia sedang dilanda Pandemi Covid-19. Bencana besar yang tidak hanya meluluh lantahkan pertahanan kesehatan warga, juga merusak sendi-sendi ekonomi. Pandemi COVID-19 menghantam hampir seluruh negara di dunia dan telah menimbulkan kerusakan serius pada sektor ekonomi dan sosial.

Presidensi Indonesia pada G20 dapat menjadi peluang strategis. Mendorong desain pembangunan global yang inklusif, dalam arti melibatkan semua pihak, termasuk pemuda, perempuan, masyarakat madani, perguruan tinggi, kelompok bisnis yang menjadi acuan utama dalam menyusun agenda-agenda ke depan. Tidak hanya memperhatikan kepentingan anggota, namun secara aktif menyuarakan kepentingan di luar anggota, yaitu negara berkembang dan kelompok-kelompok rentan. Sesuai tema yang diusung Indonesia: Recover Together, Recover Stronger.

Moment ini harus dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk mengarahkan agenda dan kebijakan tata kelola pembangunan internasional yang lebih adil dan kokoh. Mendorong pencapaian target pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, perdagangan yang adil, memberikan perhatian yang kuat pada sektor UMKM dan mendorong ekonomi digital sebagai motor baru ekonomi.

Selain itu, Pemerintah Indonesia dapat memimpin dan mengarahkan penyusunan rumusan-rumusan yang kuat untuk mendorong peningkatan fasilitas pembiayaan hijau untuk menciptakan transformasi ekonomi hijau yang memiliki komitmen kuat pada penggunaan energi bersih, penghentian laju deforestasi dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal. Termasuk melanjutkan agenda reformasi arsitektur keuangan global agar lebih transparan dan berkeadilan. Memperluas skema-skema pengurangan atau penghapusan utang bagi negara-negara miskin dan berkembang, serta memperkuat jaring pengaman sosial dan tujuan pencapaian pembangunan secara merata bagi seluruh warga.