Perjalanan Menuju Asmat (Bagian 1)

Di sebuah pulau yang kaya dengan kandungan emas terbesar ini, ternyata masih ada warga yang menderita gizi buruk dan campak. Saya pun mengunjungi daerah asmat bersama Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk sebuah tugas jurnalistik

Perjalanan Menuju Asmat (Bagian 1)
suandri ansah di belakang mobil bantuan act

MONDAYREVIEW- Saya bersama tiga belas Jurnalis dari berbagai media cetak dan elektronik berkesempatan untuk mengunjungi Asmat yang saat ini menjadi perhatian nasional.

 

Kami bertolak ke Agats, Ibu Kota Kabupaten Asmat, Papua pada hari Jumat kemarin (2/2) pada pukul 19.00 WIB mengiringi misi tim Emergency Response Lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Mendampingi kami Direktur Komunikasi ACT Lukman Aziz Kurniawan.

 

Di pulau yang menyimpan kandungan emas terbesar itu, ada wilayah yang tengah mengalami nasib yang naas. Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan campak di Asmat sedang memerlukan penanganan yang cepat, juga pemberitaan yang akurat.

 

Dari Bandara Internasional Soekarno Hatta kami transit di Bandar Udara Sultan Hassanudin Makasar pukul 01.00 waktu setempat. Kami istirahat sejenak selama 45 menit. Tepat pukul 02.45 WITA, kami diterbangkan lagi ke langit paling timur Indonesia.

 

Sabtu (3/2/2018) Pukul 07.05 WIT kami menginjakkan kaki di Bumi Cendrawasih, Bandar Udara Mopah, Merauke. Kondisi bandara jauh lebih sederhana dari Bandara Soekarno Hatta dan Sultan Hasanuddin. Terlihat perantau dari Pulau Jawa, dan Sulawesi turun bersama kami. Teman dan keluarganya menunggu di pintu keluar bandara.

 

Sekira satu jam kami istirahat sambil menunggu jemputan yang akan mengantar kami ke Pelabuhan Merauke, sebelum itu kami singgah di Hotel Swiss-Belhotel. Dari pelabuhan, ACT akan memberangkatkan Kapal Kemanusiaan ke Palestina dan Kapal Kemanusiaan ke Asmat.

 

Di Agats, ACT melakukan penyuluhan tentang gizi oleh paramedis ACT, lalu beranjak ke tahap berikutnya dengan menyiapkan pelayanan medis oleh dokter ACT yang diberangkatkan dari Jakarta.

 

Kabar terakhir, sudah 71 orang meninggal akibat wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat. Kebanyakan adalah anak balita seperti dikutip dari Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek.

 

Dari kejadian ini, pihaknya sudah melakukan imunisasi terhadap sekitar 13.300 anak di Asmat. Namun, masih ada sejumlah distrik yang belum dapat dijangkau timnya karena kendala transportasi.

 

Wilayah Asmat memang memiliki kontur tanah yang didominasi rawa berlumpur dan sungai-sungai. Air bersih sulit didapat. Kondisi ini dianggap sebagai salah satu pemicu utama kasus tersebut. Di sisi lain pola hidup masyarakat setempat yang tak sehat.

 

Di Agats sendiri, masyarakat menjalani kehidupan tepat di atas tanah rawa. Kota Agats dibangun di atas ribuan papan dengan tiang pancang dari kayu. Semua infrastruktur yang ada di kota itu dibuat di atas papan. Mulai dari perkantoran, perumahan, sampai dengan jalan rata. (Suandri Ansah)