3 Kata Kunci Memahami Kesetaraan Gender

problematika kesetaraan Gender yang masih dipahami masyarakat hanya sebatas pada disparitas yang kodrati

3 Kata Kunci Memahami Kesetaraan Gender
Narasumber KOPI PAHIT: Sri Prihantini Lestari Wijayanti (Asdep LPDU KPPPA RI) Titik Haryati (Kepala Bidang Kesetaraan Gender Asosiasi Dosen Indonesia) dan Taufiq Effendi (Akademisi Gunadarma)

MONITORDAY.COM- Semakin pahit semakin otentik, begitu sejatinya rasa yang dapat kita nikmati dari secangkir kopi. Jika diracik sedemikian rupa, secangkir kopi malah bisa memberi efek positif. 

Diskusi Kopi Pahit senafas dengan filosofi kopi tersebut. Ingin menggali lebih dalam makna dari sejumlah fakta. Seperti dalam diskusi yang dihelat Ahad (29/12/2019) siang kemarin di Rosbuck Cafe, Jakarta Timur. Diskusi ini mengajak kita untuk memahami kesetaraan gender lebih comprehensive saat menggelar Diskusi Publik bertajuk "Perempuan Berdaya, Indonesia Maju.” Hadir para pakar yang concern di bidangnya; Sri Prihantini Lestari Wijayanti (Asdep LPDU KPPPA RI) Titik Haryati (Kepala Bidang Kesetaraan Gender Asosiasi Dosen Indonesia) dan Taufiq Effendi (Akademisi Gunadarma).

Mengawali Diskusi, Asdep LPDU KPPPA RI yang akrab disapa-yanti, menyoroti problematika kesetaraan Gender yang masih dipahami masyarakat hanya sebatas pada disparitas yang kodrati. 

"Kalau kodrat perempuan dan laki-laki jelas beda misalnya wanita hamil, melahirkan, menyusui yang tidak tergantikan dengan laki-laki, nah yang perlu ditekankan baik laki-laki dan perempuan, adalah berbagi peran,  terkadang kalau di ajak ngobrol peran, kadang masih ada yang saling menyalahkan, jelas tidak boleh seperti itu" ujarnya

Dia mengatakan, perempuan berdaya itu kemampuannya dapat membuka potensi bisnis kreatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya serta berkontribusi kepada ekonomi negara.

"Banyak perusahaan lebih memilih perempuan pada top managemen, hal ini dilakukan karena wanita lebih detail, kebanyakan wanita dapat mengubah peluang menjadi kesuksesan. Inilah sebabnya kini perusahaan banyak memberi kesempatan untuk wanita" katanya.

Selain itu, Ketua Bidang Kesetaraan Gender yang juga Akademisi UHAMKA, Titik Haryati menuturkan, dalam konteks rumah tangga, konstruksi masyarakat tentang peran laki-laki dan perempuan sebaiknya dipahami sebagai alternatif yang mencoba membagi peran dalam rumah tangga.

Menurut Titik, pemahaman akan peran sangat sangat dibutuhkan karena suami dan istri masing-masing memiliki tanggung jawab yang perlu diatur sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam menjalankan tugas rumah tangga.

Paparan pembicara lainnya, Taufiq Effendi  memandang perempuan adalah ciptaan Tuhan yang kuat, penuh perasa dan perlu diyakinkan kapasitasnya. Beragam stereotype terhadap perempuan dan laki-laki yang berkembang dimasyarakat tidak perlu dinilai yang berlebihan.  

"Kita harus pastikan bahwa wanita itu kuat, penuh emosional, kadang ada stigma kalau kelak perempuan sudah nikah pasti ngurus anak dan hanya ngurus suami, padahal mereka bisa berkarya dimana saja, tinggal kita siapkan supporting systemnya. Misalnya, ibu-ibu rumah tangga saat ini bisa sambil ngurus keluarga juga menjalankan bisnis online. Artinya, mereka masih bisa berkarya, cara-cara berpikir kita harus bisa mendobrak kemapanan pemahaman pada umumnya " 

Ia juga menghimbau agar disetiap instansi perlu adanya day care. Hal ini sangat dibutuhkan bagi wanita profesional yang memiliki bayi, sehingga bisa memberikan take care yang penuh kepada bayi mereka. Meskipun ini berindikasi pada pola asuh yang dikontrakan, artinya para wanita profesional ini tidak mampu sepenuhnya memberikan waktu yang cukup, namun ini jauh lebih baik daripada meninggalkan di day care yang tidak bisa di jangkau ditempat pekerjaannya. 

"Harus ada kebijakan yang mudah dan flexibel bagi wanita profesional yang memiliki bayi dan ini bisa dikatakan resposive gender" pungkasnya.

Pantauan monitorday.com, peserta KOPI PAHIT sangat antusias mengikuti  diskusi dengan sejumlah pertanyaan yang diajukan. Turut serta hadir, mahasiswa dari STIE Pertiwi Jakarta Jakarta Utara, Akademisi UNJ, Nasyiatul Aisyiah dan sejumlah Pegiat literasi dan Praktisi Pendidikan yang juga menyoroti tema diskusi "Perempuan Berdaya, Indonesia Maju".