Pentingnya Dampingi Anak Penderita Autisme Akses Media

Pentingnya Dampingi Anak Penderita Autisme Akses Media
Pentingnya Dampingi Anak Penderita Autisme Akses Media / Photo by Caleb Woods on Unsplash

MONITORDAY.COM - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DKI Jakarta dan dokter spesialis anak Rini Sekartini mengatakan pentingnya mendampingi anak dengan autisme (ASD) ketika mengakses media baik dari gawai maupun tontonan televisi.

Menurut dia, penggunaan media oleh gawai (smartphone) hingga tontonan televisi  tidak disarankan untuk anak penderita autisme di bawah usia 24 bulan, apalagi di era digital dimana akses dan informasi tersebar melalui perangkat elektronik dengan mudah.

“Penggunaan gawai sejak dini ini menjadi pemicu risiko keterlambatan bicara. Sayangnya orang tua kini banyak sekali yang memberikan gawai sejak usia bayi. Rekomendasinya sampai usia anak mencapai 2 tahun tidak boleh menggunakan gawai dalam bentuk apa pun,” kata dokter Rini.

Penggunaan gawai hingga menonton tayangan di televisi diperbolehkan setelah anak sudah memahami sosialisasi di usia 2 tahun, namun dengan catatan orang tua harus mendampingi.

Orang tua harus memastikan selalu ada interaksi dua arah saat anak mengakses gawai atau pun tontonan televisi sehingga anak yang mengalami autisme dapat terstimulasi dengan baik untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dan tidak terpaku pada gawai atau pun televisi.

“Gawai ini diperbolehkan dengan adanya pendampingan untuk interaksi, karena anak- anak dengan ASD itu membutuhkan interaksi dua arah,” kata Rini.

Berdasarkan data Center for Disease Control and Prevention (CDC) kasus autisme mengalami peningkatan peluang mengikuti pertambahan waktu.

Baik faktor internal seperti genetik dan eksternal seperti lingkungan dapat berpengaruh menyebabkan terjadinya autisme pada anak khususnya dalam pengembangan sel- sel otak di tahap awal.

Kasus autisme dapat diketahui secara jelas saat anak berusia 2 tahun dengan ciri kurangnya bahasa yang digunakan saat berkomunikasi sehingga kegiatan yang dilakukan berulang oleh anak terbatas.

Mengutip laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), individu yang memiliki ASD mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan baik dan hanya memiliki sedikit minat dan ketertarikan pada kegiatan ataupun aktivitas yang bersifat rutin.

Untuk itu anak dengan ASD harus menjalani serangkaian terapi agar bisa memahami bentuk sosialisasi yang terjadi di masyarakat.

Dokter Rini menyarankan orang tua harus berperan aktif selama anak menjalani rangkaian terapi diantaranya seperti terapi sensori integrasi, terapi perilaku, hingga terapi wicara dan okupasi.

“Terapi ini tetap harus didukung keluarga untuk dilatih di rumah setiap hari. Tugas keluarga membantu anak untuk dapat mandiri dan bersosialisasi dengan teman sebaya,” kata dokter yang melangsungkan prakteknya di RSIA Bunda Menteng Jakarta itu.