Pengembangan Pemasaran Hortikultura

Pengembangan Pemasaran Hortikultura
Jahe Merah dan Pengembangan Pemasaran Hortikultura/ net

MONITORDAY.COM - Salah satu komoditas yang dibutuhkan pasar adalah produk hortikultura. Sebagai komoditas hasil pertanian atau perkebunan, produk hortikultura Indonesia berhadapan dengan tantangan pengembangan pasar. Meski kebutuhannya tinggi harga produk ini bisa tidak kompetitif karena kelemahan dalam distribusi dan pemasaran.

Upaya untuk mengembangkan pemasaran produk ini telah dilakukan baik oleh Pemerintah maupun swasta. Upaya Pemerintah salah satunya dilakukan melalui program Pasar Tani. Pasar Tani adalah sarana pemasaran bagi petani/kelompoktani (Poktan)/gabungan kelompoktani (Gapoktan) produsen maupun produsen olahan dalam menjual hasil pertaniannya secara langsung ke konsumen/pembeli tanpa melalui perantara/pedagang pengumpul.

Petani dapat menjual produk pertaniannya dengan menetapkan harga jual yang wajar,  sehingga usahataninya menguntungkan dan dapat meningkatkan pendapatan secara berkelanjutan.

Anggota Pasar Tani terdiri dari petani/Poktan/Gapoktan produsen maupun olahan hasil pertanian.  Tata cara seleksi dan penetapan anggota Pasar Tani berdasarkan petunjuk pelaksanaan dari dinas lingkup pertanian provinsi dan petunjuk teknis dari dinas lingkup pertanian kabupaten/kota yang disesuaikan kebutuhan dan kondisi wilayah setempat. Anggota Pasar Tani yang telah ditetapkan memperoleh kartu identitas, tenda dan lokasi yang digunakan selama menjadi anggota, dan seragam yang harus dipakai setiap hari Pasar Tani.

Inisiatif iGrow dan PT Bintang Toedjoe

Dalam sebuah pertemuan kerjasama, Bupati Ngada Andreas Paru menyatakan bahwa Kabupaten Ngada siap memproduksi jahe merah dengan produktivitas tinggi mencapai 20 ton/hektar. Saat ini telah dikembangkan jahe merah di lahan seluas 8 hektar dan secara bertahap akan diperluas hingga 100 hektar. APBD pun sudah dialokasikan untuk mendukung jahe merah.

Sementara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ingin memastikan bahwa produksi jahe merah ini nantinya dapat terserap pasar. Oleh karenanya, diinisiasi kerjasama kemitraan dengan offtaker jahe merah yaitu PT Bintang Toedjoe.

Permasalahan utama dalam pengembangan komoditas hortikultura adalah pemasaran hasil. Untuk itu perlu dicarikan solusi melalui kerjasama kemitraan dengan offtaker yang mampu menyerap hasil petani secara berkelanjutan.

PT Bintang Toedjoe sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang farmasi membutuhkan jahe merah dalam jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2020, kebutuhan jahe merah mencapai 600 ton/tahun dan tahun ini diperkirakan akan semakin meningkat. PT Bintang Toedjoe masih membutuhkan jahe merah dari berbagai daerah, namun tidak semua jahe merah dapat diterima.

Menurut Head of Business Development PT Bintang Toedjoe Sari Pramadiyanti terdapat beberapa kriteria jahe merah yang dipersyaratkan, diantaranya jahe merah ditanam di ketinggian sekitar 300-700 mdpl, produktivitas 1 ton benih menghasilkan panen 10- 12 ton, dan dukungan fasilitas handling pasca panen di sekitar lokasi kebun serta persyaratan lainnya.

Untuk memastikan kualitas jahe merah hasil panen Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada, maka dalam waktu dekat akan dilaksanakan kunjungan ke wilayah tersebut. Agenda ini juga nantinya akan diikuti oleh iGrow yang akan membantu permodalan untuk pengembangan komoditas jahe merah di Kabupaten Ngada.

Produk Hortikultura

Produk hortikultura bersifat cepat rusak dan sebagian besar petani masih bergantung kepada pedagang perantara dengan harga kurang menguntungkan. Oleh karena itu petani hortikultura dapat menjual produknya melalui tempat penjualan atau informasi pemasaran, antara lain Pasar Tani, Sub Terminal Agribisnis (STA), Pasar Lelang, dan Pelayanan Informasi Pasar.

Produk hortikultura terdiri dari sayuran (daun, umbi dan buah), buah-buahan, tanaman obat, jamur dan tanaman hias. Komoditas hortikultura pada umumnya bersifat cepat rusak (perishable) dan membutuhkan tempat yang luas (volumnis) untuk menyimpannya.

Sayuran umbi seperti bawang merah, bawang putih dan kentang penanganannya agak lebih mudah, karena lebih tahan lama apabila disimpan pada tempat yang kering. Sayuran daun dan sayuran buah memerlukan penanganan yang cepat setelah dipanen dan pendistribusian segera mungkin sampai konsumen agar kesegarannya terjamin. Begitu juga halnya dengan tanaman hias potong harus segera didistribusikan sampai ke konsumen setelah dipotong.

Produk buah-buahan (pepaya, jeruk, pisang, mangga dan lainnya) perlu diperhatikan kesegarannya, penampilan baik dan utuh, sehingga penanganan dan pendistribusian perlu segera dan hati-hati sampai ke konsumen akhir atau industri atau eksportir. Buah-buahan yang tidak segar/rusak akan menurunkan harga.

Sifat produk yang demikian memerlukan pemasaran yang cepat sampai ke konsumen akhir, maka petani yang mengusahakan produk hortikultura harus berorientasi agribisnis. Maksudnya, petani sebelum melakukan budidaya komoditas hortikultura harus mencari pasar dulu, caranya komoditas hortikultura apa saja yang sedang dibutuhkan oleh masyarakat dan di mana, agar saat panen sudah ada konsumen yang membeli dengan harga yang wajar/menguntungkan. 

Namun sampai saat ini, sebagian besar petani mempunyai masalah belum mampu menjual hasil produknya langsung kepada konsumen, melainkan masih bergantung kepada para pedagang perantara/pengumpul yang datang menjemput di lokasi. Kondisi ini membuat petani hanya sebagai penerima harga dan bukan penentu harga. Dengan demikian posisi tawar petani sangat lemah karena harga dan keberlanjutannya ditentukan oleh pedagang perantara/pengumpul yang biasanya sangat murah, sehingga tidak dapat untuk meningkatkan pendapatan.