Penanganan Virus Corona di Indonesia, Dewan Pakar IAKMI : Lockdown Belum Perlu
Harusnya sudah ketat dilakukan pemerintah, tetapi memang lockdown belum perlu. Kecuali kita itu memang sudah menyentuh angka ribuan kasus. Anggaplah misalnya terjadi seribu kasus, maka tidak bisa cara lain melainkan dibatasi dengan ketat dan agak luar biasa.

MONITORDAY. COM - Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra mengatakan pemerintah seharusnya tidak perlu mengambil langkah lockdown. Namun, pemeriksaan harus semakin diperketat karena sudah terjadi local transmission virus corona (Covid-19).
"Harusnya sudah ketat dilakukan pemerintah, tetapi memang lockdown belum perlu. Kecuali kita itu memang sudah menyentuh angka ribuan kasus. Anggaplah misalnya terjadi seribu kasus, maka tidak bisa cara lain melainkan dibatasi dengan ketat dan agak luar biasa," kata Hermawan di Hotel Ibis Tamarin, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (14/03/2020).
Lebih lanjut, Hermawan menguraikan lockdown merupakan suatu keadaan di mana kota atau negara dibatasi seketat mungkin segala aktivitasnya, dari transportasi hingga layanan publik.
Menurut Hermawan, negara yang melakukan lockdown sebagian wilayahnya akibat Covid-19 di antaranya Korea Selatan, Italia, Singapuran, Selandia Baru, dan sebelumnya China di Wuhan.
Negara tersebut melakukan lockdown setelah kasus Covid-19 mencapai ribuan. Misalnya Italia, yang mengambil tindakan itu saat kasus sudah menyentuh 8 ribuan. Namun Singapura dan Selandia Baru melakukan lockdown sejak awal untuk antisipasi.
"Akhirnya upaya mereka berhasil. Tetapi untuk daerah-daerah itu adalah negara yang relatif kecil. Singapura walaupun negara tetapi kan penduduknya 4-5 juta orang, dengan lokasi geografi juga yang satu kepulauan kecil," tuturnya.
Hermawan menilai melakukan lockdown untuk Ibu Kota Jakarta cukup sulit karena secara geografis beririsan dengan wilayah sekitarnya. Namun, tindakan itu juga harus dipertimbangkan dampak lainnya, misalnya menyangkut ekonomi dan bisnis. Sejauh ini dia menyebut langkah Pemerintah Provinsi DKI sudah tepat dan ketat membatasi beberapa hal.
"Walaupun tidak disebut lockdown. Pemerintah DKI cukup advance melakukan upaya yang sistematis sampai ke level kelurahan dari yang saya cermati. Cuma tidak disebut sebagai lockdown, kalau lockdown itu semuanya dibatasi, mobilitas itu betul-betul dilakukan screening," ungkapnya.
Namun, Hermawan mengatakan khawatir kemungkinan satu pekan lagi kasus Covid-19 akan menyentuh angka seratus dengan saat ini sudah ada 69 kasus. Menurutnya, ketika sudah di angka ratusan, penanganan pun tak lagi bisa dilakukan terpusat. Misalnya pemeriksaan yang dilakukan sekarang hanya di laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes).
Selain itu, Hermawan mengatakan saat ini pemeriksaan sudah harus didelegasikan ke regional-regional yang berpotensi muncul klaster-klaster epidemi Covid-19. Artinya, setiap daerah harus sudah membuat kebijakan yang ketat dan satu komando agar tidak parsial.
"Yang bisa dilakukan pemerintah saat ini bukan lockdown, tetapi mendelegasikan layanan, fasilitas, dan juga pemeriksaan laboratorium secara regional. Tidak juga semua provinsi atau setiap kabupaten/kota memiliki pemeriksaan tersendiri karena nanti akan parsial. Tetapi harus ada delegasi, tidak hanya di Litbangkes Kemenkes," tuturnya.
Selanjutnya, Hermawan menyebut kebutuhan membentuk komisi nasional (Komnas) penanganan Covid-19 sudah mendesak. Virus yang sudah dinyatakan World Health Organization (WHO) sebagai pandemi global ini tidak lagi bisa dianggap remeh.
"Jadi kalau pendekatan H5N1 (flu burung) dibentuk Komnas karena mortality rate (angka kematian) tinggi, tetapi sekarang ini basisnya adalah morbidity rate atau angka kesakitannya yang sangat tinggi. Jadi harus dibuat Komnas," pungkasnya.