Pemerintah Rancang Program Pemulihan Warga Asmat
Program Pemulihan Warga Asmat Kementerian Kesehatan, dibagi empat klaster penanganan; Kesehatan Lingkungan, Pembatasan Penyakit, Pelayanan Kesehatan dan Gizi, Promosi Kesehatan, dan Kesehatan Ibu dan Anak.
MONDAYREVIEW, Asmat - Pasca dicabutnya status KLB Campak pada Selasa (7/2/2018) pemerintah lewat Satgas Tim Terpadu KLB Campak akan melakukan pemantauan dan rekoveri kesehatan sampai 2018 berakhir.
"Jika ada temuan satu dua kita anggap kasus biasa, bukan KLB," kata Wakil Bupati Asmat Thomas E Safanpo saat berbincang di Agats.
"Kita melakukan pemantauan terus menerus ke suluruh distrik selama satu tahun ini apakah ada kasus campak atau gizi buruk lagi," imbuh Thomas.
Tim dokter Satgas KLB, dr. Muhammad Iqbal L Mubarak mengatakan, pihaknya dari Kementerian Kesehatan akan fokus memperbaiki pola penanganan pasien di RSUD Asmat dengan menambah personil dan tenaga medis.
"Di Asmat ada 23 distrik 16 puskesmas sedangkan yang ada dokternya 5 puskesmas," kata Pengurus Ikatan Dokter Indonesia yang bertugas di Distrik Siret ini.
Kedua, lanjutnya, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan di Asmat. Ketiga konsern promosi kesehatan dan kesadaran diri masyarakat. "Kongkritnya masih dirancang programnya apa saja," imbuh Iqbal.
Jumat (9/2/2018) di gedung Kesbangpol, Agats, Tim Satgas dibekali kemampuan untuk bersosialisasi dan melakukan penyuluhan kesehatan kepada warga Asmat. Pesertanya adalah adalah petugas puskesmas dan pos kesehatan tunggal.
"Bapak TNI dan Polri yang akan turun belakangan. Jadi mereka sudah dibekali dulu pengetahuan tentang kesehatan," ujar dr. Cut Hafifah Nurul SpA, Anggota tim Satgas.
Pembagian tugas di antara anggota Satgas KLB disusun secara sistematis. Dari Kementerian Kesehatan, misalnya, dibagi empat klaster penanganan; Kesehatan Lingkungan, Pembatasan Penyakit, Pelayanan Kesehatan dan Gizi, dan Promosi Kesehatan. Ada juga klaster Kesehatan Ibu dan Anak.
"Kami terjun tidak hanya di Agats tapi di distrik juga. Dari situ kita diskusikan prioritas pelayanan apa yang harus kita tangani," kata anggota Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes drg. Kamaruzzaman di Agats.
Pemkab Asmat mengaku sudah mengupayakan penambahan tenaga kesehatan ke Kementerian Kesehatan. "Kami minta wajib tenaga spesial di wilayah 3T (Terpencil, Terluar, Tertinggal) dan ibu menteri sudah menyanggupi untuk memprioritaskan Asmat untuk dokter spesialis tadi," kata Thomas.
Thomas menambahkan, guna mengatasi kekurangan dokter, Pemkab bekerjasama dengan dua universitas. Universitas Sam Ratulangi Manado dan Universitas Padjajaran Bandung
"Pelajar kita yang mau kesana harus masuk SNMPTN, jadi ini memang agak berat. Tetapi yang di Sam Ratulangi sudah berjalan, dan kami sudah menghasilkan satu kelulusan kedokteran menjalani masa koas, dua tahun kedepan selesai dan kami harapkan bisa bekerja di sini," imbuhnya.
Membangun Budaya Sehat Warga Asmat
Dokter-dokter Satgas, petugas puskesmas dan rumah sakit setempat, hingga relawan satu suara mengatakan bahwa rendahnya kesadaran masyarakat hidup sehat, pola hidup, kondisi lingkungan, minimnya fasilitas adalah faktor yang memicu KLB Campak terjadi.
"Bisa dikatakan tidak disiplin melaporkan rutinitas kunjungan ke puskesmas," ujar dr. Iqbal.
Kepedulian orangtua terhadap kesehatan anak dinyatakan rendah. "Misalnya gizi buruk sudah ditangani, dikasih susu. Susu yang harusnya dikonsumsi anak, tetapi dikonsumsi orang tuanya, katakanlah diminum bapaknya dengan kopi," tutur Iqbal.
Kasus lain, pasien anak dengan Hemoglibin 4gl yang mestinya sudah mendapat perawatan, tetapi di sini masih bermain-main. "Harusnya sudah transfusi darah tetapi disini masih lari-lari dia. Mungkin dilihat orangtuanya masih normal, dan dianggapnya biasa saja," kata Iqbal.
Sementara, Kamaruzzaman menilai manajemen kesehatan di Asmat tidak terkelola dengan baik. Termasuk di dalamnya faktor perilaku hidup bersih dan sosial budayanya.
"Itulah jadi tantangan bagaimana kita lakukan intervensi perubahan perilaku," katanya. Membaur dengan kultur setempat dirasa bisa jadi strategi terbaik untuk menanamkan kesadaran sesehayan pada warga Asmat.
"Memberdayakan masyarakat dengan mengaktifkan tokoh masyarakat setempat," imbuhnya.
Devi Dewiyani, salah seorang perawat di Desa Yousakor, Distrik Siret mengatakan, edukasi kesehatan sudah berulang kali dilakukan. Namun nampaknya belum ada kemajuan.
"Edukasi bagaimanapun itu tetap tidak mau. Kadang kita datang imunisasi, dia lari sembunyi. Kita tidak bisa paksa, kalau di paksa kadang marah menuntut," tuturnya.