Optimisme Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas 2021
Tahun 2021 sudah di depan mata. Optimisme dan tekad untuk memperbaiki kondisi ekonomi setelah dihajar pandemi semakin menguat. Hal ini juga harus diimbangi dengan perbaikan-perbaikan dalam kebijakan dan implementasinya di lapangan. Dunia industri Indonesia harus diselamatkan agar mampu bangkit, tumbuh, dan bersaing dalam pemenuhan pasar lokal dan internasional akan berbagai produk barang.

MONDAYREVIEW.COM – Tahun 2021 sudah di depan mata. Optimisme dan tekad untuk memperbaiki kondisi ekonomi setelah dihajar pandemi semakin menguat. Hal ini juga harus diimbangi dengan perbaikan-perbaikan dalam kebijakan dan implementasinya di lapangan. Dunia industri Indonesia harus diselamatkan agar mampu bangkit, tumbuh, dan bersaing dalam pemenuhan pasar lokal dan internasional akan berbagai produk barang.
Industri pengolahan menjadi salah satu kuncinya. Lebih spesifik lagi industri pengolahan non-migas. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksi industri pengolahan nonmigas bakal tumbuh 3,95 persen pada 2021 dengan asumsi pandemi COVID-19 telah dapat dikendalikan dan vaksin tersedia secara bertahap di masyarakat. Data ini mengalami perbaikan dibandingkan prediksi sebelumnya. Ada indikator-indikator yang menunjukkan asa di tengah badai pandemi.
Ini skenario yang optimis seiring dengan berjalannya pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan. Demikian kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin Eko S.A. Cahyanto. Klaim Pemerintah ini membawa angin segar bagi dunia industri dan dunia usaha pada umumnya. Meski sikap dan penilaian realistis tetap harus dikedepankan agar Indonesia tidak terjebak dalam deindustrialisasi pasca pandemi.
Pertumbuhan PDB industri pengolahan nonmigas bakal terus berlanjut hingga triwulan IV-2020 seiring dengan peningkatan ekspor dan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang meningkat sejak Oktober 2020.
Meski demikian, pertumbuhannya masih akan terkontraksi sekitar 2,22 persen. Tahun ini memang tahun terberat yang harus dilalui. Sekotor kesehatan sudah berjuang bertaruh nyawa dalam menyelamatkan masyarakat dari pandemi yang meluluh lantakkan perekonomian dunia. Hingga hari ini penyebaran Covid-19 semakin menunjukkan tanda-tanda yang memprihatinkan. Sementara ekonomi warga makin megap-megap.
Adapun subsektor yang mendukung perbaikan kinerja manufaktur nasional saat ini, antara lain industri farmasi, produk, obat kimia dan obat tradisional, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri logam dasar, serta industri makanan.
Untuk tahun 2021 Pemerintah optimis seluruh subsektor industri pengolahan nonmigas sudah membaik sehingga mampu mendorong pertumbuhan secara keseluruhan yang lebih tinggi lagi, tutur Eko.
Hal senada disampaikan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri, yang memprediksi hampir semua sektor industri pengolahan nonmigas akan mengalami pemulihan pada 2021.
Hampir semua bisa tumbuh lebih tinggi, tapi yang penting adalah industri farmasi, baik untuk manusia dan hewan. Sehingga kita nanti ongkosnya turun, peternakan kita bagus, unggas kita juga bagus, karena ketergantungannya makin turun.
Industri makanan dan minuman, lanjut dia, juga termasuk sektor yang tetap tumbuh positif di tengah pandemi Covid-19 karena produk dari industri tersebut merupakan barang konsumsi yang tetap dibutuhkan masyarakat.
Selanjutnya, yakni industri otomotif, yang memang pada dasarnya sudah kuat dan tinggal menunggu waktu untuk pulih. Ini pendapat Faisal Basri.
Eko menambahkan investasi industri manufaktur bisa menjadi penopang pemulihan ekonomi nasional pada 2021. Investasi industri manufaktur pada tahun depan diproyeksi tumbuh sebesar 22 persen atau mencapai Rp323,56 triliun.
?Kemenperin mencatat investasi manufaktur pada Januari-September 2020 tumbuh 37,1 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu.
Ini membuktikan bahwa investasi sektor industri tak terpengaruh oleh pandemi Covid-19, ujar Eko.
Investasi terbesar disumbangkan oleh industri logam dasar, barang logam, dan bukan mesin sebesar Rp69,79 triliun, kemudian industri makanan Rp40,53 triliun, serta industri kimia farmasi Rp35,63 triliun.
Meski terhantam pandemi, menurut Eko, industri manufaktur menjadi sektor ekonomi yang strategis. Hal itu tampak dari kontribusi sektor pengolahan nonmigas terhadap produk domestik bruto (PDB) yang mencapai 17,9 persen, terbesar dibanding sektor lainnya.
Pendapat kalangan dunia usaha tentu sangat penting. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengemukakan, untuk menggenjot investasi industri dibutuhkan pemetaan sektor-sektor prioritas yang bakal menjadi unggulan. Tak semua dapat diraih. Harus ada strategi untuk mengedepankan mana yang paling penting dan paling mungkin.
Strategi berikutnya adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan daya saing iklim usaha. Stimulus juga sangat penting karena dalam kondisi yang masih belum kembali normal, dibutuhkan dorongan stimulus, baik untuk sisi suplai maupun permintaan.