Pemerintah Diminta Bentuk Lembaga Khusus Tangani Rehabilitasi Korban Bencana Sulteng

Dalam rangka menjalankan proses rehabilitasi korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng), pemerintah diminta untuk segera membentuk suatu lembaga khusus untuk mengurusi proses tersebut agar berjalan dengan baik.

Pemerintah Diminta Bentuk Lembaga Khusus Tangani Rehabilitasi Korban Bencana Sulteng
Ilustrasi foto/ISTIMEWA

MONITORDAY.COM - Dalam rangka menjalankan proses rehabilitasi korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng), pemerintah diminta untuk segera membentuk suatu lembaga khusus untuk mengurusi proses tersebut agar berjalan dengan baik.

Hal ini dikatakan oleh Anggota DPD RI 2004-2009 Dapil Sulteng, M Ichsan Loulembah dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/10). Ia mengatakan, lembaga serupa ini juga telah dibentuk pada zaman presiden SBY saat menangani korban gempa dan tsunami di Aceh 2004 lalu.

"Sangat perlu membentuk kelembagaan semisal BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) di Aceh dulu. Karena pemda kab/kota dan provinsi tidak mampu melakukannya," kata Ichsan.

Ia mengatakan, lembaga ini amat perlu dibentuk lantaran keterbatasan pemerintah daerah maupun pusat untuk melakukan proses rehabilitasi korban bencana ini, dan memerlukan bantuan dari berbagai pihak.

"Karena pemda kab/kota dan provinsi tidak mampu melakukannya. Bahkan pemerintah pusat harus membuka diri pada kerja sama internasional karena keterbatasan anggaran, personel, pengalaman, peralatan dan organisasi," ungkapnya.

Ichsan mengusulkan, bahwa lembaga ini bisa juga dipimpin oleh Wapres Jusuf Kalla dengan menunjuk seorang ketua harian. Sosok JK dianggap memiliki pengalaman yang baik dalam hal koordinasi. 

"Seperti saat Tsunami Aceh, BRR diketuai oleh Kuntoro Mangkusubroto. Dewan Pengarah terdiri dari 17 orang diketuai oleh Menko Polhukam saat itu, Widodo AS. Ketua Dewan Pengawas yang berjumlah 9 orang dipimpin Abdullah Ali. Namun, pada 17 April 2009, BRR Tsunami Aceh resmi dibubarkan oleh SBY," terangnya.

Terkait rehabilitasi ini, Ichsan mendorong agar pemda peka terhadap masalah perizinan bagi investor dalam membangun bangunan di daerah rawan bencana. Menurut Ichsan, pemda perlu menjalankan kebijakan pembangunan bebas bencana. 

Selain itu, dalam proses ini, menurut Ichsan perlu kiranya mendesain ulang tata ruang bagi daerah terdampak bencana Sulteng. Hal ini mengingat Palu, Sigi, dan Donggala berada di atas titik api vulkanik dan urat gempa tektonik. selain itu, perlu juga ada pendekatan sosial-budaya.

"Dulu ada kearifan lokal yang dipatuhi: membangun gedung tidak boleh melebihi tinggi pohon kelapa, dilarang membangun persis di bibir pantai. Dan sebagainya. Selayaknya itu dipatuhi. Pembangunan jangan melawan alam," ungkapnya.