Pelibatan TNI dalam Revisi UU Anti Terorisme Tak Lagi Diperlukan

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - DPR tengah menggodok revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam revisi UU tersebut, diketahui wacana pelibatan TNI untuk menanggulangi terorisme semakin menguat.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Imparsial Al-Araf mengatakan, munculnya wacana pelibatan TNI dalam revisi UU Anti Terorisme dikhawatirkan akan memberikan masalah baru dalam sektor keamanan dalam negeri.
"(Penambahan wewenang) seakan memberikan cek kosong kepada aparat TNI untuk terlibat lebih jauh dan bersifat meluas dalam urusan keamanan dalam negeri. Hal ini bisa dilihat dari tidak rigid-nya klausul pelibatan TNI," katanya, di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (25/7).
Al-Araf menuturkan, dalam Pasal 43A ayat (3) UU Anti Terorisme, dimensi pemberantasan teroris meliputi aspek pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, hingga penyiapan kesiapsiagaan nasional.
Dia khawatir akan terjadi penafsiran yang lebih luas oleh TNI dalam penanggulangan terorisme apabila wewenangnya ditambah dalam UU tersebut.
"Bisa jadi ditafsirkan lebih luas untuk terlibat dalam semua aspek atau dimensi dalam penanggulangan terorisme yang dibungkus dengan dalih perbantuan kepada Polri," ujarnya.
Al berujar, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI secara tegas telah mengatur peran TNI dalam upaya pemberantasan terorisme. TNI, lanjut dia, dapat menjalankan operasi militer selain perang dimana salah satu poin yang diatur terkait upaya penanggulangan terorisme.
Keberhasilan TNI dalam menyergap Santoso dalam operasi Polri-TNI Satgas Tinombala menjadi buktinya. Untuk itu, Al menilai wewenang TNI tak perlu ditambah lagi.
"Nah, berlangsungnya operasi ini menunjukkan jika pengaturan pelibatan TNI tidak lagi diperlukan di dalam revisi UU ini," pungkasnya.
FAHREZA RIZKY