Pasca Kasus Ratna, Hasil Survei LSI Denny JA Sebut Jokowi Cenderung Naik dan Prabowo Turun
Lingkaran Survei Indonesia (LSI-Denny JA) merilis hasil survei soal 'Hoax dan Efek Elektoral Kasus Ratna Sarumpaet' di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (23/10/2018).

MONITORDAY.COM - Lingkaran Survei Indonesia (LSI-Denny JA) merilis hasil survei soal 'Hoax dan Efek Elektoral Kasus Ratna Sarumpaet' di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (23/10/2018).
"Kasus hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet memberikan efek sentimen negatif terhadap pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga," ujar peneliti LSI-Denny JA, Ikrama Masloman.
Ikrama mengatakan, akibat kasus Ratna, kubu yang diusung oleh Partai Gerindra, PKS, PAN dan Partai Demokrat itu menyebabkan pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters) cenderung memilih pasangan nomor urut satu, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
"Perubahan dukungan pemilih yang belum menentukan pilihan dapat dilihat dari segmen pendidikan dan segmen pendapatan. Di segmen pendidikan, pemilih yang hanya lulus SD, SMP, SMA atau dibawahnya, pada survei LSI September 2018 (sebelum kasus hoax RS), dukungan terhadap Jokowi-Ma’ruf sebesar 54,3 persen," paparnya.
"Saat ini (Oktober 2018) setelah kasus hoax Ratna Sarumpaet, dukungan terhadap Jokowi-Ma'ruf mengalami kenaikan yaitu sebesar 58,7 persen. Sementara pasangan Prabowo-Sandi cenderung stagnan di segmen pemilih ini," tambahnya.
Ikrama menuturkan, hal sama juga terjadi pada segmen pemilih kaum terpelajar, dukungan terhadap Jokowi-Ma’ruf cenderung naik, sementara dukungan terhadap Prabowo-Sandi cenderung turun pasca kasus hoax Ratna Sarumpaet.
"Pada September 2018 (sebelum kasus hoax RS), dukungan terhadap Jokowi-Ma’ruf di segmen ini sebesar 40,5 persen. Kalah dari Prabowo-Sandi yang berhasil memperoleh dukungan sebesar 46,8 persen," kata Ikrama.
Namun, setelah kasus hoax, dukungan terhadap Prabowo-Sandi mengalami penurunan yaitu saat ini sebesar 37,4 persen. Sementara, dukungan terhadap Jokowi-Maruf mengalami kenaikan.
Meski demikian, dukungan terhadap Jokowi-Ma’ruf di segmen pemilih kaum terpelajar sebesar 44,0 persen dan masih ada 18,6 persen pemilih kaum terpelajar yang belum menentukan pilihan.
"Perubahan dukungan juga terjadi di segmen pendapatan. Di pemilih kelas ekonomi mapan, Jokowi-Ma’ruf yang sebelumnya sudah unggul di segmen iii, makin memperlebar jarak elektabilitasnya dengan pasangan Prabowo-Sandi. Di pemilih ini, pada September 2018, dukungan terhadap Jokowi-Ma’ruf sebesar 46,2 persen," paparnya.
"Saat ini (Oktober 2018) pasca kasus hoax Ratna Sarumpaet, dukungan terhadap Jokowi-Ma’ruf mengalami kenaikan yaitu kini sebesar 54,8 persen. Sementara dukungan Prabowo-Sandi di pemilih keIas ekonomi mapan mengalami penurunan. Sebelumnya (September 2018) dukungan mereka di pemilih ini sebesar 43,8 persen. Saat ini dukungan terhadap Prabowo-Sandi di pemilih kelas ekonomi mapan sebesar 34,5 persen," tambahnya.
Selain itu, hasil riset kualitatif LSI-Denny JA soal kasus hoax Ratna Sarumpaet lebih terasa di segmen terpelajar dan ekonomi mapan.
Ikrama menjelaskan, terdapat dua alasan penyebab hal tersebut, antara Iain:
"Pertama, pemilih yang berasal dari kalangan terpelajar dan kalangan ekonomi menengah ke atas (mapan) lebih banyak mengakses informasi sehari-hari termasuk informasi politik, terutama dari media sosial. Sentimen negatif kasus hoax Ratna Sarumpaet di media sosial, seperti yang terekam dalam data situation room LSI, sangat mempengaruhi preferensi pemilih," terangnya.
"Kedua, pemilih kalangan terpelajar dan segmen ekonomi menengah keatas lebih sensitif dalam menilai karakter pemimpin yang mudah terkecoh dan reaksioner terhadap suatu peristiwa. Apalagi, peristiwa tersebut bukan peristiwa sebenarnya atau hoax. Reaksi Prabowo dan timnya yang secara reaksioner merespon informasi sepihak dari Ratna tanpa ada verifikasi, sebelum menyatakan sikap ke publik, dianggap oleh pemilih ini sebagai bagian dari kelemahan karakter pemimpin," tambah Ikrama.