Direvisi, Pelaku Aborsi Dihukum Lebih Ringan Tujuh tahun dari KUHP Sebelumnya
Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly menjelaskan, pasal mengenai aborsi dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengecualikan korban pemerkosaan dapat dilakukan aborsi jika dapat mengancam kejiwaannya.

MONITORDAY.COM - Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly menjelaskan, pasal mengenai aborsi dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengecualikan korban pemerkosaan dapat dilakukan aborsi jika dapat mengancam kejiwaannya.
"Seorang perempuan yang diperkosa oleh karena dia tidak menginginkan janinnya dalam tahapan terminasi tertentu dapat dilakukan aborsi. Karena alasan medik, mengancam jiwa misalnya. Dan itu juga diatur dalam UU Kesehatan," kata Yasonna di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Jumat (20/9).
Menurutnya, pasal mengenai aborsi sudah diatur dalam KUHP lama di ancam hukuman 12 tahun. Kini, pasal yang baru justru meringankan ancaman hukumannya menjadi hanya lima tahun.
"Tapi sekarang kan dunia sudah berubah, maka diatur ancaman hukuman yang lebih rendah," tambahnya.
Politisi PDIP tersebut mengatakan terkait pengguguran karena alasan mendesak seperti faktor medis, ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Kesehatan.
Pasal mengenai aborsi dalam RKUHP diatur dalam pasal 470 dengan bunyi: (1) Setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.