Para Penguasa dan Propaganda Kebohongan
Prinsipnya yakni menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak mungkin dan sesering mungkin hingga kemudian kebohongan tersebut dianggap sebagai suatu kebenaran.

MONDAYREVIEW.COM – Kelompok Saracen menjadi pemberitaan dikarenakan terungkap oleh kepolisian sebagai pihak yang memproduksi berbagai berita hoax. Hoax sendiri sesungguhnya merupakan medan pertempuran tersendiri yang sudah dikenal semenjak dulu kala. Jika ditarik dalam kerangka yang lebih luas maka hal tersebut terkait dengan informasi.
Ingat dengan Paul Joseph Goebbels? Oleh Adolf Hitler, Goebbels diberi posisi penting sebagai Menteri Propaganda Nazi. Goebbels dikenal dengan teknik propagandanya yang diberi nama Argentum ad nausem atau juga teknik Big Lie (kebohongan besar). Prinsipnya yakni menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak mungkin dan sesering mungkin hingga kemudian kebohongan tersebut dianggap sebagai suatu kebenaran.
Goebbels juga mempelopori penggunaan film dan siaran radio sebagai media propaganda massal. Salah satu event yang digunakan Goebbels yakni Olimpiade Berlin tahun 1936 yang mencorongkan kejayaan Jerman dan superioritas negeri Jerman.
Jika menilik siaran radio, Jepang ketika berkuasa di Indonesia pernah membatasi frekuensi yang dapat didengar. Sjahrir dan golongan muda diantaranya merupakan kalangan yang mendengarkan berita dari siaran radio yang dilarang Jepang. Nyatanya terinformasikan Jepang yang terus menerus terdesak untuk kemudian kalah dalam perang. Informasi ini tentu berarti bagi kalangan Indonesia. Sementara pihak Jepang tentu berkepentingan untuk menjaga informasi kekalahan negerinya tidak tersebar ke wilayah jajahannya.
Pada masa Orde Baru pun dikenal hegemoni makna dan wacana. Berbagai tindak kekerasan yang terkait dengan hak asasi manusia misalnya harus mengikuti informasi versi pemerintah. Para juru warta di masa itu harus pandai-pandai “berakrobat bersama kata” jika tidak ingin mendapatkan sorotan negatif dari pemerintah.
Dengan menarik dari berbagai informasi di atas, nyatanya pihak yang berkuasa atau pemerintah pun berkepentingan untuk terhadap arus berita yang ada. Diantaranya hal tersebut terkait dengan citra dan tentu saja pihak berkuasa tak ingin “dilucuti” oleh informasi negatif tentang laku kekuasaannya.