Vaksin dan Harapan Mengakhiri Pandemi
Satu-satunya harapan kita untuk mengakhiri pandemi adalah ditemukannya vaksin dari covid-19. Banyak negara melakukan riset terkait vaksin covid-19.

MONDAYREVIEW.COM – Ada sebuah lagu yang cukup terkenal dari almarhum Chrisye, judulnya Badai Pasti Berlalu. Ungkapan badai pasti berlalu kemudian menjadi ungkapan sehari-hari yang menunjukan optimisme bahwa seberat apapun ujian yang dialami, pasti akan berakhir. Sayangnya belum ada tanda-tanda covid-19 akan berakhir di Indonesia. Pada saat awal Covid-19 masuk ke Indonesia, muncul beragam prediksi kapan Covid-19 berakhir. Diperkirakan Juli sudah berakhir pasca dilaksanakannya PSBB.
Namun yang terjadi jauh meleset dari perkiraan. Kurva Covid-19 terus naik. Berbeda dengan negara lain yang sudah menurun, Indonesia belum ada tanda-tanda penurunan. Artinya program PSBB gagal. Pemerintah juga gagal dalam menurunkan curva Covid-19. Presiden Jokowi memarahi para menterinya yang dianggap bekerja biasa-biasa saja dalam mengatasi pandemi ini. Gugus Tugas Covid-19 diganti dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dan ekonomi di bawah Erick Thohir. Jokowi mengultimatum jajarannya agar bergerak cepat, walaupun setelah dibukanya new normal, terlihat sangat sulit untuk menurunkan kurva.
Satu-satunya harapan kita untuk mengakhiri pandemi adalah ditemukannya vaksin dari covid-19. Banyak negara melakukan riset terkait vaksin covid-19. Diantaranya AS, Inggris dan RRT. WHO sebagai lembaga kesehatan di bawah PBB juga melakukan riset terkait vaksin. Indonesia tak ketinggalan juga melakukan penelitian vaksin covid-19 yang dieksekusi oleh biofarma. Berita terbaru adalah datangnya vaksin asal China yang sudah sampai di Indonesia. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa rakyat Indonesia akan menjadi kelinci percobaan. Hal ini dibantah oleh pemerintah.
Menurut Direktur Biofarma Honesti Basyir, didatangkannya vaksin asal China dalam rangka kerja sama pengembangan vaksin antara Indonesia dan China. Banyak yang mempertanyakan alasan memilih vaksin asal China, padahal Amerika Serikat dan Inggris juga sedang mengembangkan vaksin yang serupa. Menurut Honesti, alasan memilih China karena dibanding yang lainnya, perkembangan penelitian vaksin dari China adalah yang paling cepat.
Menurut Honesti, perkembangan vaksin Sinovac lebih cepat dibanding kandidat vaksin yang dikembangkan di negara-negara di dunia.Honesti menjelaskan semua vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan akan melalui tahapan uji praklinis, uji klinis fase 1, fase 2, dan fase 3 sebelum mendapatkan ijin edar dari regulator masing-masing negara.Namun saat ini rata-rata perusahaan produsen vaksin dunia baru mencapai tahap uji praklinis ataupun uji klinis fase 1. Sementara, Sinovac sudah menyelesaikan uji klinis fase 2.
Kedua, peluang kembali normal. Honesti menjelaskan masyarakat Indonesia membutuhkan vaksin agar kehidupan kembali normal. Pandemi Covid-19 sudah memberikan dampak di segala sektor. Di sisi lain masyarakat yang keluar rumah untuk mencari nafkah terancam akan penyebaran virus corona.
Ketiga bekerja sama dengan negara lain. Selain Indonesia, perusaaan Sinovac sudah bekerja sama dengan negara lain untuk pengembangan tahap ke tiga vaksin Covid-19. Negara-negara yang melakukan pengembangan uji coba tahap ketiga Sinovac yakni Brazil, Bangladesh, Chile dan Turki. Hasil uji praklinis vaksin Sinovac pada hewan sudah memberi hasil yang memenuhi syarat, dan telah dipublikasikan di Journal Science. Dalam uji klinis fase 1 di China memberi hasil aman untuk aspek safety. Uji klinis fase 2 di China memberi hasil imunogenisitas atau khasiat yang baik.
Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan tim dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, meminta agar vaksin selesai dalam waktu tiga bulan. Namun menurut Kusnadi, tim riset tidak dapat memenuhi permintaan itu karena bekerja secara hati-hati. Menurut Kusnadi proses uji klinis diperkirakan baru akan tuntas pada awal Januari 2021 mendatang. Unpad bekerjasama dengan PT Bio Farma dan Balitbang Kementerian Kesehatan dalam melakukan proses uji klinis ini. Vaksin tersebut akan disuntikkan ke ke 1.620 sampel orang rentang usia 18-59 tahun.
Jika uji klinis berhasil, barulah vaksin akan diproduksi secara massal. Namun belum ada kepastian soal keberhasilan uji klinis yang akan dilangsungkan. Walaupun vaksin sangat dibutuhkan, namun tim riset tetap sangat hati-hati dalam menjalankan uji klinis ini. Sementara itu menurut Mike Ryan direktur World Health Organization, walaupun penelitian vaksin telah menunjukan perkembangan yang baik, namun jangan berharap vaksin akan bisa digunakan pada awal 2021. Jika sudah ditemukan pun maka persoalan selanjutnya adalah distribusinya yang merata.