Pakar Hukum Sebut WNI Eks ISIS Telah Hilang Kewarganegaraan
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan tahun 2016.

MONITORDAY.COM - Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana menilai, warga negara Indonesia (WNI) mantan anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) telah kehilangan kewarganegaraan. Hal ini dikatakan menanggapi wacana pemulangan mereka ke Indonesia yang menjadi pro kontra.
Hikmahanto mengatakan, hal tersebut tertuang dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan tahun 2016. Ia menjelaskan dalam pasal tersebut dipaparkan sebab hilangnya kewarganegaraan seseorang.
"Huruf (d) menyebutkan kehilangan kewarganegaraan disebabkan karena 'masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden'. Sementara huruf (f) menyebutkan 'secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut'," paparnya, dalam keterangan tertulis, Jumat (7/2).
Menurut Hikmahanto, setidaknya ada dua hal yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah jika ingin memulangkan mereka ke Indonesia. Pertama adalah seberapa terpapar WNI eks ISIS ini terpapar dengan ideologi dan paham yang diyakini oleh ISIS.
"Asesmen ini perlu dilakukan secara cermat per individu. Asesmen mengenai hal ini penting agar mereka justru tidak menyebarkan ideologi dan paham ISIS di Indonesia," kata dia.
Kedua, adalah apakah masyarakat Indonesia bersedia menerima mereka kembali. Menurut Hikmahanto, Kesediaan masyarakat di Indonesia tidak hanya dari pihak keluarga, namun pada masyarakat sekitar di mana mereka nantinya bermukim, termasuk pemerintah daerah.
Ia berharap agar pemerintah pusat dapat mengkomunikasikan kebijakannya kepada pemerintah daerah agar tidak muncul penolakan.
"Dewasa ini kebijakan pemerintah pusat bila tidak dikomunikasikan dengan baik ke daerah, bisa memunculkan penolakan dari daerah. Akibatnya pemerintah pusat akan mengalami kerepotan tersendiri," pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi menilai, banyak hal yang harus dikaji lebih mendalam sebelum memutuskan apakah harus dipulangkan atau tidak. Menurutnya, perlu ada penelusuran terhadap profil setiap WNI eks ISIS sebelum pemulangan. Kemudian Pemerintah harus membagi para WNI itu ke tiga kelompok berdasarkan tingkat ancaman terhadap kemaanan.
"Mereka dapat diklasifikasikan berdasarkan risikonya. Setidaknya ada tiga klasifikasi, pertama yang sudah sadar, kedua yang masih terpapar, dan ketiga yang perlu mendapat perhatian khusus dan harus berurusan dengan hukum," ujar Zainut Tauhid, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/2).
Ia menilai ada banyak resiko jika para WNI eks ISIS jadi dipulangkan. Salah satunya mereka berpotensi mengancam keamanan masyarakat.
"Kami menilai masih ada potensi ancaman keamanan terkait hal tersebut, karena bagaimanapun mereka bukan saja sekadar terpapar paham radikal, tetapi sebagian dari mereka adalah pelaku yang terlibat langsung dalam kegiatan di ISIS," ungkapnya.
Seperti diketahui, wacana pemulangan WNI mantan anggota ISIS berawal dari pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi seperti yang termuat dalam laman resmi Kemenag. Ia mengatakan ada 600 WNI yang akan dipulangkan. Kabar ini dikatakannya didapat dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Sekarang mereka terlantar di sana dan karena kepentingan kemanusiaan minta dikembalikan ke Indonesia itu termasuk kewajiban kita bersama untuk mengawasinya dan membinanya. Mudah-mudahan mereka bisa kembali menjadi warga negara Indonesia yang baik," ujar Fachrul Razi, Sabtu (1/2).
Meski begitu, belakangan Fachrul Razi mengatakan rencana itu masih dikaji secara mendalam.
"Rencana pemulangan mereka itu belum diputuskan pemerintah dan masih dikaji secara cermat oleh berbagai instansi terkait, di bawah koordinasi Menkopolhukam. Tentu ada banyak hal yang dipertimbangkan, baik dampak positif maupun negatifnya," ujarnya, Selasa (5/2).