OJK Sebut Jumlah Emiten dan Nilai Emisi Penawaran Umum Masih Kurang

Dalam hal ini adalah emiten yang tercatat di bursa. Dari sisi kuantitas, jumlah emiten di bursa masih sangat sedikit dibanding dengan negara lain ataupun dibanding dengan jumlah korporasi yang ada di Indonesia.

OJK Sebut Jumlah Emiten dan Nilai Emisi Penawaran Umum Masih Kurang
Ilustrasi/ Net

MONITORDAY.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui jumlah emiten dan nilai emisi penawaran umum di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih relatif kurang.

"Dalam hal ini adalah emiten yang tercatat di bursa. Dari sisi kuantitas, jumlah emiten di bursa masih sangat sedikit dibanding dengan negara lain ataupun dibanding dengan jumlah korporasi yang ada di Indonesia. Per 6 Agustus 2020, total emiten adalah sebanyak 701," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen saat jumpa pers secara daring di Jakarta, Senin (10/08/2020).

Di samping itu, lanjut Hoesen, nilai emisi penawaran umum juga masih relatif kecil. Sejak awal tahun hingga 7 Agustus 2020, total nilai emisi hanya mencapai Rp3,3 triliun dari 29 emiten yang memperoleh pernyataan efektif.

"Hal ini bahkan lebih kecil jika dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2019, yakni sebesar Rp8,5 triliun dari 29 emiten yang memperoleh pernyataan efektif dan tercatat di bursa," ujar Hoesen.

Dari 29 emiten baru tersebut, 21 emiten di antaranya tercatat pada papan ​​​pengembangan, yaitu papan perdagangan bagi emiten dengan nilai aktiva berwujud bersih antara Rp1 miliar sampai Rp100 miliar.

Tiga emiten di antaranya tercatat di papan akselerasi dan hanya lima emiten di papan utama yang memiliki aktiva berwujud bersih aset di atas Rp100 miliar.

"Hal tersebut di satu sisi menunjukkan bahwa pada tahun 2020 ini cukup banyak perusahaan dengan aset sekala kecil dan menengah yang memanfaatkan pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan. Namun demikian, di sisi lain pertumbuhan kapitalisasi pasar belum dapat dikatakan menggembirakan, karena nilai emisi yang tidak terlalu besar," ungkap Hoesen.

Upaya yang dilakukan OJK bersama pelaku industri pasar modal antara lain dengan melakukan sosialisasi kepada calon emiten korporasi untuk memanfaatkan pasar modal sebagai alternatif pembiayaan.

OJK juga melakukan kerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan pemerintah daerah, untuk membuka suplai baru melalui penerbitan obligasi daerah dan sukuk daerah.

Selanjutnya dari sisi jenis produk, pengaturan pasar modal sebelumnya hanya mengakomodir atau mengenal efek bersifat ekuitas dan efek bersifat utang dan/atau sukuk (EBUS) yang diterbitkan melalui penawaran umum, sehingga kurang memenuhi kebutuhan investor di berbagai level seperti kebutuhan penerbitan MTN (EBUS yang tidak melalui penawaran umum oleh pemodal profesional/kelembagaan) dan obligasi daerah.

Hoesen mengatakan hal tersebut telah diakomodir melalui penerbitan POJK 30/POJK.04/2019 yang memungkinkan korporasi dapat mencari pendanaan pasar modal dengan menerbitkan instrumen obligasi tanpa penawaran umum, sedangkan program obligasi daerah saat ini sedang dalam koordinasi piloting termasuk dengan relaksasi beberapa ketentuan penawaran umum.

Selain itu, dibutuhkan pengembangan produk efek bersifat ekuitas yang tidak melalui penawaran umum juga dan kini sudah diakomodir dengan penerbitan peraturan Nomor 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding).