Neraca Perdagangan Masih Surplus, Indonesia Harus Genjot Lagi Ekspor

MONITORDAY.COM - Ekspor Indonesia masih cukup tinggi dan menjanjikan. Hingga September 2021 ekspor lebih besar dibanding impor sehingga neraca perdagangan mengalami surplus. Meski dibanding Agustus 2021 mengalami sedikit penurunan.
Data neraca perdagangan Indonesia 2021 sejak Januari surplus US$ 2 miliar. Sementara pada Februari surplus US$ 2,01 miliar dan Maret Surplus US$ 1,57 miliar. Lalu pada April Surplus US$ 2,19 miliar, Mei Surplus US$ 2,36 miliar dan Juni Surplus US$ 1,23 miliar. Sementara pada Juli Surplus US$ 2,59 miliar, Agustus Surplus US$ 4,74 miliar, dan September Surplus US$ 4,37 miliar. .
Sektor perdagangan menjadi instrumen pemulihan ekonomi global. Hal itu ditekankan Menteri Perdagangan M Lutfi pada Pertemuan Menteri Perdagangan dan Investasi G20 digelar sejak dua hari lalu yang berlangsung di Sorrento, Italia.
Para menteri negara-negara G20 membahas isu-isu strategis terkait penguatan sistem perdagangan multilateral dan reformasi World Trade Organization (WTO). Disamping itu juga isu terkait berbagai langkah konkret untuk kerja sama pemulihan ekonomi global pasca pandemi.
Produk Utama Indonesia adalah udang dengan negara tujuan ekspor Jepang, Hong Kong, China, Singapore, Malaysia, Australia, Taiwan, Thailand,Korea Selatan , Vietnam, USA, Belgia, Inggris, Spanyol, Perancis, Kanada, Belanda, Italia, dan Jerman.
Berikutnya adalah Kopi, Minyak Kelapa Sawit,Kakao, Karet dan Produk Karet, Tekstil dan Produk Tekstil, Alas Kaki, Elektronika, Komponen Kendaraan Bermotor, dan Furniture
Indonesia masih impor bungkil kedelai
Sementara itu Indonesia masih mengimpor banyak produk. Jika dilihat dari nilainya maka urutan barang impor tersebut adalah mesin dan peralatan mekanik, Besi dan baja
Plastik dan barang dari plastik, Ampas/sisa industri makanan, Produk farmasi, Logam mulia dan perhiasan/permata, Bijih, terak, dan abu logam , Garam, belerang, batu, dan semen, Kereta api, trem, dan bagiannya, Kendaraan bermotor/komponen dalam keadaan terbongkar tidak lengkap.
Ampas atau sisa makanan yang dimaksud hampir 100% dipenuhi impor bungkil kedelai (soyabean meal).Bungkil kedelai (kode HS 2304) adalah salah satu hasil dari ekstraksi/pengolahan kedelai, selain minyak kedelai.
Bungkil kedelai merupakan sumber protein tinggi untuk pakan ternak sehingga menjadi pilihan industri pakan di Tanah Air. Selama ini, bungkil kedelai memang selalu diimpor dari Brasil dan Argentina sebagai dua produsen utama global, dengan porsi impor yang hampir sama.
Industri pakan RI cenderung mengimpor bungkil kedelai dari Brasil dan Argentina karena kedua negara itu memilih mengolah biji kedelainya terlebih dahulu di dalam negeri, berbeda dengan produsen utama lainnya, AS. Proporsi bahan baku dalam pakan ternak umumnya terdiri dari 50% jagung, 25% bungkil kedelai dan 25% bahan lain seperti tepung daging dan tulang serta bungkil inti sawit (palm kernel meal). Namun dari nilainya, 25% bungkil kedelai jauh lebih mahal harganya dibandingkan kandungan jagung.