Nasib Maskapai Dihantam Pandemi
Di zaman Normal pun maskapai banyak yang tumbang karena salah urus. Merugi dan Berujung Bangkrut. Kesalahan dalam pengelolaan dan korupsi seringkali mematikan langkah industri penerbangan.

Nasib Maskapai Dihantam Pandemi
MONDAYREVIEW.COM – Di zaman Normal pun maskapai banyak yang tumbang karena salah urus. Merugi dan Berujung Bangkrut. Kesalahan dalam pengelolaan dan korupsi seringkali mematikan langkah industri penerbangan.
Moda transportasi udara sangat menentukan di era modern. Mobilitas manusia semakin tinggi. Waktu adalah uang. Jarak semakin dekat. Batas-batas semakin tak tertembus. Transportasi penumpang dan barang semakin tinggi kapasitas dan volumenya.
Transportasi udara teramat penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Mobilitas antar pulau sebagian dapat diangkut dengan kapal laut. Sebagian lagi membutuhkan layanan udara. Terutama untuk penumpang. Juga barang tertentu yang butuh dikirim cepat.
Setelah pembatasan PPSB maskapai penerbangan nasional mulai beroperasi. Namun, ketidaksiapan penumpang untuk mengikuti protokol normal baru menghentikan langkah ini. Ancaman penyebaran virus corona masih di depan mata. Angka penyebaran masih belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Sudah tiga bulan pandemi menghantam. Industri penerbangan paling terpukul. Kecuali untuk transportasi cargo nyaris tak ada penerbangan. Kalaupun ada sedikit sekali.
Jika penumpang diharuskan memiliki hasil tes PCR maka maskapai akan gigit jari. Bayangkan, biaya tes ini mencapai 2,5 juta. Hanya mereka yan berkantong tebal dan wira-wiri dengan transportasi udara yang akan sanggup memenuhinya.
Misalkan untuk Maskapai Lion. Saat ini jumlah karyawan Lion Air Group mencapai ± 23.000 orang. Lion Air berdiri tanggal 15 November 1999 berdasarkan Izin Usaha Angkutan Udara Berjadwal dari Direktorat Jendral Perhubungan Udara Nomor KEP/267/XI/1999.
Belum lagi musim badai membuat penerbangan tidak aman di Asia. Reuters melaporkan bahwa perusahaan penerbangan, bandara, dan perusahaan asuransi di seluruh Asia bersiap menghadapi kemungkinan kerusakan yang luar biasa tinggi saat musim badai tropis di kawasan itu dimulai, ketika ratusan pesawat yang ditumpangi pandemi coronavirus tidak dapat dipindahkan dengan mudah.
Bandara-bandara besar di daerah yang rawan badai seperti Hong Kong, Taiwan, Jepang, Filipina, Thailand, dan India telah secara efektif berubah menjadi tempat parkir raksasa karena pembatasan perjalanan COVID-19 menghambat permintaan.
Perusahaan asuransi penerbangan, yang sudah siap untuk mengembalikan sebagian besar premi risiko kecelakaan karena landasan, sekarang menghadapi risiko yang lebih besar dari biasanya yang ditimbulkan dengan memiliki banyak pesawat terbang yang dikelompokkan bersama di bandara, kata para pakar industri.
Dalam panduan yang akan dikeluarkan untuk operator bandara minggu ini, dilihat oleh Reuters, kelompok perdagangan Airports Council International (ACI) memperingatkan bahwa menerbangkan pesawat keluar dari bahaya, praktik di waktu normal, mungkin tidak dimungkinkan. Dikatakan tindakan pencegahan ekstra seperti lebih banyak tie-down mungkin diperlukan.
Bandara Internasional Hong Kong, rumah bagi Cathay Pacific Airways Ltd dan Hong Kong Airlines, mengatakan pihaknya memiliki 150 pesawat yang diparkir dan tindakan pencegahan telah dilakukan untuk sebagian besar sebagai bagian dari persiapan musim badai.